Jakarta, Gatra.com - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian , Airlangga Hartarto mengatakan bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) ingin produksi kedelai nasional ditingkatkan sehingga kebutuhan kedelai dalam negeri tidak 100 persen bergantung dari impor.
"Bapak Presiden ingin agar kedelai itu tidak 100 persen tergantung impor karena dari hampir seluruh kebutuhan yang 2,4 (juta ton) itu produksi nasionalnya kan turun terus," ujar Menko Airlangga usai Rapat Terbatas bersama Jokowi di Istana, Selasa (20/9).
Airlangga berujar, pemerintah telah menyiapkan anggaran hingga Rp400 miliar untuk perluasan lahan tanam kedelai. Pemerintah menargetkan luas tanaman kedelai dalam negeri hingga 1 juta hektare dalam beberapa tahun ke depan.
Adapun saat ini, lahan kedelai baru sekitar 150 ribu hektare, dan ditargetkan bertambah menjadi 300 ribu hingga 600 ribu hektare tahun depan.
"Anggarannya sudah disiapkan sekitar Rp400 miliar dan tahun depan juga akan ditingkatkan dari 300 ribu menjadi 600 ribu hektare, existing sekitar 150 ribu hektare. Dengan demikian maka produksi itu, angka target produksi 1 juta hektare dikejar untuk 2-3 tahun ke depan," ungkap Airlangga.
Selain itu, untuk menggenjot produktivitas, pemerintah, kata Airlangga, mendorong petani untuk menggunakan benih varietas unggul hasil modifikasi genetik atau biasa yang dikenal GMO (genetically modified organism).
Selama ini, jenis kedelai hasil rekayasa genetika ini dominan digunakan di negara-negara sentra produksi kedelai seperti Amerika Serikat dan Brasil.
Produktivitas kedelai GMO dinilai lebih tinggi dibandingkan jenis non GMO. Bahkan, pemerintah yakin dengan menggunakan benih kedelai GMO tersebut maka produksi kedelai per hektarenya bisa melonjak beberapa kali lipat.
"Dengan menggunakan GMO itu produksi per hektarnya itu bisa naik dari yang sekarang sekitar 1,6-2 ton per hektare, itu bisa menjadi 3,5-4 ton per hektare," sebut Airlangga.
Adapun upaya untuk mendorong minat petani menanam kedelai, Airlangga mengatakan bahwa pemerintah juga tengah menyiapkan penetapan harga acuan kedelai di tingkat petani. Hal itu, dinilai dapat melindungi petani kedelai dari kerugian.
Selain itu, perusahaan BUMN sektor pangan seperti Bulog dan ID Food nantinya diminta oleh Presiden untuk menyerap hasil kedelai petani dengan harga acuan yang ditentukan sekitar Rp10.000/kilogram.
Menurut Airlangga, pemerintah menyadari bahwa persoalan harga yang kurang menarik bagi petani menjadi salah satu penyebab petani enggan menanam kedelai dalam beberapa waktu terakhir.
Di tahun 2018 misalnya, Airlangga menuturkan, luas tanam kedelai di Indonesia saat itu mencapai 700 ribu hektare. Saat ini luasan menyusut menjadi 150 ribu hektare.
"Jadi kalau petani disuruh milih tanam jagung atau kedelai, ya mereka larinya ke jagung semua. Pemerintah ingin semua ada mix, tidak hanya jagung saja tetapi kedelainya juga bisa naik," jelas Airlangga.
Airlangga mengungkapkan bahwa petani tidak bisa menanam kedelai jika harganya di bawah Rp10.000/kilogram karena akan kalah saing dengan harga impor dari Amerika Serikat yang jauh lebih murah yaitu hanya Rp7.700/kilogram.
"Jadi untuk itu, untuk mencapai harga itu nanti ada penugasan dari BUMN agar petani bisa memproduksi. Itu di harga Rp10.000 (per kilogram)," tambah Menko Airlangga.