Jakarta, Gatra.com - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Akses Vaksinasi bagi Masyarakat Adat dan Kelompok Rentan memandang perlu pemerataan persebaran vaksin agar pandemi segera berlalu.
Langkah tersebut perlu diambil sebelum vaksin memasuki masa kedaluwarsa, dan sebelum vaksin booster digalakkan. Sebab, banyak daerah yang belum mendapatkan vaksin pokok (dosis 1 dan 2).
Budi Santoso S.Psi M.KM, Koordinator Disinfokom Muhammadiyah Covid-19 Command Center (MCCC) PP Muhammadiyah, mengatakan bahwa berdasarkan kategori wilayah, vaksinasi di luar Jawa masih kurang.
Faktor penyebabnya beragam: mulai akses ke lokasi vaksin, hingga ketersediaan vaksin. “Saat ini, kami gencar menggelar vaksinasi di luar Jawa seperti NTT, Kalimantan, dan Sulawesi,” kata Budi.
Pemerataan vaksin hingga ke penjuru daerah penting dilakukan demi menghindari ketidaktuntasan pencegahan Covid-19 jika belum semua warga beroleh vaksin. Budi menjelaskan vaksinasi di luar Jawa masih tahap mengejar dosis 2 dan booster 1. Pencapaian vaksin dosis 2 belum seperti dosis 1 karena gairah masyarakat untuk ikut vaksinasi mulai kendor seiring dengan pelonggaran aktivitas publik.
Untuk itu, Muhammadiyah tidak saja menggelar program vaksinasi, tetapi juga melancarkan promosi dan edukasi secara online dan offline. “Sebelum vaksin, publik diedukasi bahwa vaksin itu aman, halal, dan menyehatkan,” kata Budi.
Hingga saat ini, rerata nasional vaksinasi dosis 1 mencapai 87%. Secara umum, vaksinasi dosis ini sudah mencapai di atas 70%. Capaian tertinggi ada di Jakarta (135%) dan Bali (106,2%). Namun, di luar Jawa, capaian vaksinasinya rendah terutama di Indonesia bagian timur, yakni Papua (30,31%), Papua Barat (56,82%), dan Maluku (67,52%).
Dia menjelaskan, perlu ada penyesuaian antara data penempatan stok vaksin dengan kebutuhan vaksin. Sebab, kebanyakan daerah yang belum merata vaksinasinya adalah di Indonesia bagian Timur. Sementara, masalah stok vaksin selama ini adalah banyak yang sudah kedaluwarsa.
Pada awal September ini, ada sekitar 40,2 juta vaksin yang habis masa pakainya. Hal ini patut disayangkan. Sebab, masih banyak warga yang membutuhkan vaksin, namun tidak mendapatkannya. Padahal, manfaatnya akan didapat jika disalurkan untuk mendukung program vaksinasi di daerah terpencil atau kelompok rentan.
Maulani A Rotinsulu, Pendiri Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI), menjelaskan agar kasus vaksin kedaluwarsa tidak terulang, perlu redistribusi atau jemput bola untuk vaksinasi di kalangan penyandang disabilitas. Apalagi jika mereka tinggal di daerah terpencil atau jauh dari pusat layanan kesehatan.
Sebab, kelompok ini butuh akses yang lebih ramah agar bisa mendapatkan vaksin. “Dengan layanan vaksinasi jemput bola, mungkin vaksin bisa terserap jauh sebelum kedaluwarsa,” ujarnya.
Maulani menilai edukasi yang berkenaan dengan vaksin bagi disabilitas perlu terus digalakkan. Sebab, walau program vaksinasi sudah berjalan lebih dari setahun, masih ada bagian dari golongan tersebut yang belum memahami ihwal vaksin, atau malah lebih mempercayai hoaks menyangkut vaksin.
Ai Yani dari Federasi Serikat Perempuan Kepala Keluarga (Pekka) Indonesia menjelaskan salah satu kelompok rentan yang perlu didatangi adalah perempuan kepala keluarga karena mereka memiliki peran ganda. Karena berperan sebagai ayah, juga ibu, mereka secara otomatis harus menanggung beban ekonomi dan beban rumah tangga.
Dengan begitu, mereka jadi sulit mendapatkan vaksin karena tidak bisa meninggalkan pekerjaan. “Jika petugas vaksin bisa mendatangi mereka, tentu akan sangat meringankan beban para perempuan kepala keluarga,” ujar Ai.
Force majeure juga mesti masuk perhitungan. Kondisi di beberapa wilayah Lembata, Nusa Tenggara Timur, yang terkena bencana seperti erupsi gunung dan banjir bandang bakal menyulitkan karena ada penduduk yang harus hidup tersebar di huntara (hunian sementara) di ladang.
Data kependudukan mereka tidak jelas, dan identitas dirinya hilang. Salah satu yang Pekka usahakan adalah membantu meminta akses vaksin di Nusa Tenggara Timur.
Pada Juli 2021-Juni 2022, Koalisi telah membantu akses vaksinasi bagi masyarakat adat dan kelompok rentan seperti perempuan kepala keluarga, penyandang disabilitas, petani & nelayan, hingga gelandangan.
Dalam periode itu, Koalisi telah membantu akses vaksin bagi lebih dari 100 ribu orang yang meliputi dosis 1, 2 dan booster.
Budi menilai pentingnya kolaborasi antarlembaga, baik pemerintah maupun non-pemerintah, untuk meningkatkan pencapaian vaksin. Sebab, kini tantangannya bertambah karena pandemi dirasa sudah berakhir seiring kembali normalnya aktivitas publik. Pemerintah daerah, unsur masyarakat, dan lembaga swasta memiliki kesempatan berkolaborasi untuk meningkatkan vaksinasi.
Agar cakupan akses vaksin bagi masyarakat adat dan kelompok rentan makin meluas, Koalisi berharap adanya penyesuaian antara data kebutuhan vaksin dan stok vaksin. Data lokasi stok vaksin dan lokasi masyarakat yang membutuhkan diharapkan membuat vaksin cepat terserap jauh sebelum memasuki periode kedaluwarsa.
Dengan begitu, proses vaksinasi dari dosis 1 hingga booster 2 bisa lancar dan merata. Semoga dengan vaksin yang merata dan lengkap, COVID-19 segera lenyap dari Indonesia.
Akhir Pandemi
Direktur Jenderal Badan Kesehatan Dunia (WHO), Tedros Adhanom Ghebreyesus, menilai garis finis pandemi COVID-19 sudah mulai terlihat. Dia mendesak masyarakat agar berlari lebih kencang dan tetap waspada.
Salah satu strategi dalam menambah kecepatan lari itu adalah pemberian vaksin COVID-19. Baik vaksin pokok dosis 1 dan 2, juga dosis 4 (booster kedua) yang bisa melipatgandakan imunitas. Booster juga bisa melindungi orang tua, penyandang komorbid, atau kelompok rentan dari penularan COVID-19.
Namun, yang perlu diperhatikan adalah pemerataan pemberian vaksin. Sebab belum semua masyarakat mendapat vaksin, bahkan untuk dosis 1.
Menurut data Kementerian Kesehatan, hingga 18 September 2022, dari target 234,6 juta warga, ada 30,34 juta orang belum menerima vaksin sama sekali, atau 12,93%. Sedangkan untuk dosis 2, ada 63,73 juta orang atau setara 27,16% yang belum mendapatkannya.