Jakarta, Gatra.com - Konsep literasi beragama lintas budaya menjadi salah satu cara yang dilakukan untuk merawat keharmonisan dalam masyarakat majemuk. Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Amin Abdullah, menjelaskan beberapa kendala dan penerapannya di tengah masyarakat.
"Kendala yang pertama adalah kontestasi pada level pemahaman, kognitif, yaitu ada ide-ide universalitas dan relativitas. Ada kelompok konservatif, moderat, liberal," jelasnya dalam konferensi internasional dengan topik "Menguatkan Kebebasan dan Toleransi Beragama melalui Literasi Keagamaan Lintas Budaya", Kamis (15/9) malam.
Masing-masing kelompok memiliki nilai yang dipegang secara teguh. Ini menjadi tantangan dan kendala untuk menyampaikan nilai keberagaman yang setara. Selain itu, dalam menerapkannya, hukum menjadi unsur yang berpengaruh besar di masyarakat.
"Hukum ada 3 elemen. Ada substansi, struktur, dan budaya. Dari ketiganya, ternyata budaya dan kesadaran masyarakat dalam mempraktikkan aturan hukum menjadi kendala terberat. Substansi dan struktur hukum dapat dirumuskan secara tertulis dan diundangkan, namun pelaksanaannya di lapangan tergantung pada budaya dan kualitas pendidikan masyarakat," jelasnya.
Dalam mengatasi kendala budaya, Amin mengatakan bahwa peran konsep literasi keagamaan lintas budaya menjadi penting. Terdapat 3 konsep utama dalam hal ini, yaitu kompetensi kolaborasi, kompetensi pribadi, serta kompetensi komparatif.
"Kompetensi pribadi di dalam memahami agama masing-masing, dan mengerti, memahami agama lain. Kita melihat di lapangan, agama bermacam-macam bukan hanya yang kita anut, di sanalah komparatif perlu ilmu pengetahuan dan kompetensi kolaboratif," ucapnya.
Ketika diterapkan dalam masyarakat, Amin menjabarkan bahwa yang harus terjadi adalah perilaku asimilatif dan menghindari sikap truth claim, apologetik, serta rasa superioritas dari orang lain. Proses komunikasi menjadi kunci agar kolaborasi bisa terwujud.
Lebih lanjut, Amin menerangkan bahwa konsep agama meliputi subjektif, yaitu memahami agama sendiri secara utuh, yang berkaitan dengan kompetensi pribadi; objektif, yaitu pendekatan komparatif melalui penelitian ilmiah, yang berkaitan dengan kompetensi komparatif; serta intersubjektif yang berkaitan dengan kompetensi kolaboratif.
"Agama bukan hanya subjektif dan objektif, tapi intersubjektif. Di sanalah pendekatan hati nurani yang menghasilkan respect dan engagement," katanya.