Semarang, Gatra.com – Pengasuh Asrama Perguruan Islam (API) Tegalrejo, Magelang, Jawa Tengah KH M Yusuf Chudlory turut menyatakan keprihatinannya kepada ulah pegiat media sosial Eko Kuntadhi.
Menurut pandangan dari sosok yang akrab disapa Gus Yusuf ini, ada banyak pelajaran yang bisa diambil dari kejadian ini. Yakni, bagaimana mengajarkan kepada semua pihak untuk menghormati perbedaan.
"Mengapa selalu ada kejadian seperti ini. Sekali lagi, perbedaan pendapat itu wajar. Tetapi tidak boleh menyerang pribadi, apalagi pakai kata-kata kasar," ujarnya, Rabu (14/9).
Sebelumnya, Eko memposting potongan video Ning Imaz Fatimatuz Zahra di akun twitternya. Ning Imaz merupakan putri kiai dari Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur. Eko mengunggah potongan video Ning Imaz di twitter. Di dalam video yang diproduksi NU Online itu, Ning Imaz sedang menjelaskan tentang tafsir Surat Ali Imran ayat 14.
Video ini juga diunggah di TikTok NU Online dengan judul thumbnail Lelaki di Surga Dapat Bidadari, Wanita Dapat Apa?
Potongan video ini kemudian diunggah Eko. Dalam potongan tersebut, ada keterangan atau caption penistaan. “Tolol tingkat kadal. Hidup kok cuma mimpi selangkangan,” demikian tulisan atau caption yang ada dalam video unggahan Eko Kuntadhi itu.
Setelah mendapat komentar dari dari berbagai pihak, cuitan unggahan video Ning Imaz yang sudah ditambahi kata kasar itu langsung dihapus oleh Eko Kuntadhi.
Selain tidak boleh menyerang secara pribadi, kata Gus Yusuf, jangan sampai pendapat yang dimunculkan kepada masyarakat umum, memancing kegaduhan. "Ini yang harus dipahami kita semua. Harus bijak dalam bermedsos, menahan diri, menyampaikan pendapat dengan bahasa yang santun,” tegasnya.
Gus Yusuf, pun menuntut Eko untuk meminta maaf kepada keluarga dan publik. “Kita sangat menyesalkan muncul kejadian ini, dan menuntut pelaku minta maaf. Jangan hanya menghapus twitter," ujar Ketua DPP PKB ini.
Menurut Gus Yusuf, kultur pesantren itu penuh tabayyun (klarifikasi). Apalagi keluarga sudah membuka diri kepada pelaku untuk ngopi bareng.
“Pelaku sebaiknya segera sowan atau ketemu, klarifikasi, minta maaf. Insya Alllah kultur pesantren itu arif dan bisa memaafkan, karena itu ajaran para kiai, sekalipun kepada orang yang nyata-nyata salah,” ujarnya
Dari situ pelaku bisa belajar menyikapi perbedaan pendapat dan menahan diri di medsos. “Tetapi kalau ini dibiarkan, pelaku malah menghindar, pasti akan berlarut-larut, dan kita semua tidak ingin melebar kemana-mana,” tandasnya.