Jakarta, Gatra.com - Anggota Komisi VII DPR RI Lamhot Sinaga mengatakan kehadiran Bantuan Langsung Tunai (BLT) bisa menjadi bantalan bagi masyarakat terhadap dampak penyesuaian harga BBM sehingga mampu menjaga daya beli masyarakat hingga inflasi tetap terjaga.
Menurut Lamhot, pengalihan subsidi BBM ke BLT merupakan langkah yang adil bagi masyarakat yang kurang mampu. Sebab, subsidi BBM selama ini hampir 70 persen tidak tepat sasaran dan ini membuat APBN tidak sehat akibat membengkaknya anggaran subsidi.
“Subsidi kita itu tidak tepat sasaran hampir 70 persen. Kita lihat coba misalnya Fortuner mengisi Pertalite, Innova mengisi Pertalite kan nggak layak dong saudara-saudara kita yang menggunakan sepeda motor, harusnya mereka dong yang layak mendapat subsidi dan orang yang sudah memiliki mobil seharusnya tidak perlu lagi dan sudah tidak layak mendapatkan subsidi,” kata Lamhot di Kompleks Senayan, Rabu (14/9).
Menurut Lamhot, pihaknya menyadari betul jika ada kenaikan harga BBM maka akan berpengaruh pada inflasi karena daya beli masyarakat menurun, namun kekhawatiran tersebut kemudian diatasi oleh pemerintah lewat pengalihan subsidi dalam bentuk bantuan sosial dan BLT, hingga kebijakan tersebut mampu menjaga daya beli masyarakat dan Indonesia terhindar dari inflasi.
“Ya mau tidak mau karena setiap kenaikan 10% BBM itu akan ada inflasi 0,5%, yang konsekuensinya adalah daya beli menurun. Maka ini jangka pendeknya ya pemerintah memberikan bantuan sosial supaya mereka punya kemampuan untuk daya belinya, sehingga daya beli masyarakat terjaga dan inflasi kita tetap terjaga,” ucap Lamhot.
Senada dengan Lamhot, Pakar Ekonomi dari Unika Atma Jaya, Rosdiana Sijabat mengatakan, keputusan Pemerintah mengalihkan subsidi BBM ke bantuan sosial dan BLT harus diterima, karena subsidi BBM sudah membengkak dan tidak baik untuk kesehatan APBN.
“Artinya apa, memang mau tidak mau, kita suka atau tidak suka, kita harus belajar menerima rasionalisasi harga BBM karena subsidi yang dikurangi, lalu sekarang pemerintah mengalokasikan yang seharusnya untuk kompensasi BBM ini dalam bentuk alih subsidi secara lebih tepat, kira-kira seperti itu,” ujar Rosdiana saat dikonfirmasi, Rabu (14/9).
“Tetapi kalau kita lihat misalnya pemerintah mengatakan ada pengalihan subsidi BBM yang seharusnya itu digunakan oleh pemerintah kemudian dalam bentuk bansos juga dalam bentuk pengeluaran-pengeluaran lain yang sifatnya lebih produktif misalnya salah satunya adalah subsidi gaji,” tambahnya.
Rosdiana meyakini bahwa bantuan sosial berupa BLT kepada masyarakat ini akan tepat sasaran asalkan data para penerima bantuan itu lengkap, baik lewat data NPWP ataupun BPJS.
“Untuk pekerja-pekerja yang punya gaji di bawah Rp 3.500.000 tapi mereka berada di sektor yang terintegrasi dengan NPWP perpajakan, terintegrasi dengan BPJS misalkan mungkin itu bisa dengan mudah dan kalkulasi oleh pemerintah sehingga tepat sasaran kepada mereka,” ungkapnya.
Namun, Rosdiana mengingatkan Pemerintah bahwa masih banyak masyarakat yang bekerja pada sektor yang tidak terekam aktivitas pekerjaannya di administrasi kependudukan, dan administrasi keuangan sehingga agak susah untuk mendata mereka agar mendapat bantuan Pemerintah.
“Artinya apa pemerintah perlu merancang cara agar mereka-mereka yang bekerja dengan gaji kurang dari Rp 3,5 juta ini juga bisa mendapatkan subsidi gaji,” sarannya.
Rosdiana menjelaskan, pemerintah harus mempunyai mekanisme pelaporan secara mudah, transparan dan bertingkat agar bisa mengawasi penyaluran bantuan dengan baik dan tidak salah sasaran. Selain itu, perlu melibatkan aparat penegak hukum agar penyaluran bantuan berjalan baik dan tepat sasaran.
“Saya kira ini adalah cara-cara yang bisa kita lakukan untuk supaya kebijakan subsidi ini tidak lagi salah sasaran, sehingga kita mulai belajar bahwa yang berhak adalah mereka yang sesuai dengan kriteria,” jelasnya.
“Kriteria itu ditentukan oleh pemerintah dan kriteria itu diketahui publik dengan baik. Bila tersalurkan dengan baik, itu poinnya,” tandasnya.