Jakarta, Gatra.com - Aksi Walikota dan Wakil Walikota Cilegon yang turut menandatangani kain yang secara simbolis digunakan sebagai tanda pelarangan pembangunan gereja, menimbulkan kontroversi. Menyusul terjadinya penolakan pembangunan Gereja HKBP Maranatha Cilegon, Tim Advokat Penegakan Hukum dan Keadilan (TAMPAK) mengecam tindakan yang melanggar kebebasan beragama dan kebebasan.
"Penolakan pembangunan rumah ibadah bagi jemaat HKBP Maranatha Cilegon ini menunjukkan betapa berkuasanya sekelompok massa untuk menentukan perizinan pembangunan rumah ibadah bagi warga negara di Cilegon, Banten. Ironinya, Pemerintah Kota Cilegon melalui Walikota dan Wakil Walikota Cilegon tunduk pada tekanan massa, bahkan turut serta menandatangani penolakan pembagunan Gereja HKBP Maranatha Cilegon," ujar Tim TAMPAK, dalam rilis yang diterima, Selasa (13/9).
Tindakan Walikota dan Walikota Cilegon merupakan pengingkaran dan pelanggaran terhadap Hak atas Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB) sebagaimana dijamin dalam pasal 28I ayat (1) dan pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Dasar, pasal 22 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 Tentang Ratifikasi Kovenan Hak-Hak Sipil dan Politik. Pasal 29 ayat (2) dengan jelas menyebutkan bahwa Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
Tim TAMPAK menegaskan bahwa dalam kasus ini, Pemerintah Kota Cilegon tidak melaksanakan dan mengabaikan kewajibannya untuk memenuhi (to fulfill) dan melindungi (to protect) Hak Asasi Manusia (HAM) yaitu Hak Atas Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB) Jemaat Gereja HKBP Maranatha Cilegon. Sisi lain pelanggaran KBB juga menciderai prinsip kehidupan berbangsa yaitu kebhinnekaan/kemajemukan yang menghormati setiap perberdaaan termasuk perbedaan agama dan keyakinan.
Tindaklanjut yang direkomendasikan Tim TAMPAK yaitu agar Walikota Cilegon mengurus dan melakukan proses perizinan Pendirian/Pembangunan Rumah Ibadah yang diajukan Jemaat Gereja HKBP Maranatha Cilegon sesuai prinsip transparansi dan akuntabilitas, dengan mengabaikan penolakan dari sekelompok massa. Selain itu, TAMPAK juga meminta Pemerintah Pusat untuk memberikan teguran kepada Walikota dan Wakil Walikota Cilegon atas turut sertanya dalam penandatanganan penolakan pembangunan Gereja HKBP Maranatha Cilegon.
"Pemerintah Pusat harus mendesak dan memberikan perintah kepada Walikota dan Wakil Walikota Cilegon agar membatalkan tanda tangan penolakan pembangunan Gereja HKBP Maranatha Cilegon, serta mengabaikan setiap penolakan sekelompok massa atas kegiatan pembangunan rumah ibadah dan ibadah bagi warga negara di Wilayah Cilegon," jelasnya.
Selain itu, Tim TAMPAK juga meminta pihak Kepolisian agar memberikan perlindungan kepada warga negara di wilayah Cilegon yang mengalami hambatan dan larangan dari sekelompok massa dalam melakukan kegiatan pembangunan rumah ibadah dan ibadah di wilayah Cilegon, Banten, dan menindak tegas sekelompok massa yang melakukan pelarangan kegiatan pembangunan dan ibadah bagi warga negara di wilayah Cilegon, Banten.