Jakarta, Gatra.com- Transportasi daring, khususnya sepeda motor atau ojek online telah menjadi pilihan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan transportasi. Solusi kepraktisan dan hitung-hitungan ongkos membuat ojol dipilih sebagai moda transportasi yang paling sering dipilih setelah kendaraan pribadi.
Hal ini terungkap dalam hasil survei Polling Institute yang menemukan bahwa 28,4% penumpang memilih menggunakan ojol untuk kebutuhan sehari-hari. Ojol ini ada diperingkat kedua setelah kendaraan pribadi yang angkanya 41,4%.
Dalam paparan hasil survei “Kenaikan Tarif Ojek Online di Mata Pengguna dan Pengemudi” pada Minggu (11/9), Direktur Eksekutif Polling Institute Kennedy Muslim mengatakan bahwa sebagian besar konsumen akan berpindah ke kendaraan pribadi dalam merespons kenaikan tarif ojol yang mencapai rata-rata 45%.
“Ini bisa mengindikasikan ketergantungan masyarakat urban terhadap ojek online. 61,2% responden tidak setuju dengan kenaikan tarif ojol. Sebagai responsnya, ada 26,6% yang akan menggunakan sepeda motor sendiri,” papar Kennedy dikutip dari keterangan tertulisnya, Senin (12/9). Baca juga: Tarif Ojol Naik, Driver pun Girang
Sebagai informasi, survei yang dilaksanakan pada 16-24 Agustus ini dilakukan di 31 kabupaten/kota dan melibatkan 1.220 responden. Penelitian ini diambil menggunakan metode multistage random sampling dengan margin of error 3% dan tingkat kepercayaan 95%.
Seperti diketahui, Kementerian Perhubungan telah menaikkan tarif ojek online pada 4 Agustus lalu dengan rentang kenaikan 32-50%. Pemerintah memutuskan untuk memperpanjang masa sosialisasi dan menerapkan peraturan tersebut pada 10 September dengan besaran yang direvisi mengikuti naiknya harga BBM bersubsidi.
Kenaikan tarif tersebut juga akan memukul para pekerja ojol karena dalam survei ditemukan simulasi bahwa jika tarif naik Rp2.000 per perjalanan maka sekitar 25% konsumen ojol akan beralih ke moda transportasi lain, dan jika kenaikannya mencapai Rp4.000 maka 72% konsumen tidak akan menggunakan ojol lagi.
“Artinya, menurunnya permintaan ini akan membuat para pegemudi ojol kehilangan pekerjaan di tengah situasi ekonomi yang sulit,” papar Kennedy. Baca juga: Transportasi Online Elastis, Banyak Pihak Kena Dampak Negatif jika Tarif Naik Tinggi
Sementara itu, pengamat tata kota Universitas Trisakti Yayat Supriyatna menyebut respons tersebut merupakan pilihan rasional karena perhitungan ekonomi. Biaya yang dikeluarkan untuk membeli bensin lebih murah dibanding membayar tarif ojol untuk kebutuhan dalam satu hari.
Ia menilai pilihan masyarakat untuk menggunakan sepeda motor juga tidak bisa disalahkan. "Mereka yang penghasilannya terbatas, kurang dari Rp4 juta, itulah yang paling rentan dengan kenaikan tarif transportasi," jelas dia.
Jadi, lanjut dia, pilihan konsumen pindah ke sepeda motor itu tidak boleh disalahkan. "Dengan minimnya pendapatan dan semakin mahalnya biaya hidup, maka agak sulit menyalahkan masyarakat ketika memilih harus menggunakan sepeda motor," kata Yayat.
Baca juga: Tarif Ojol akan Naik, Bebani Konsumen dan Daya Beli
Peneliti INDEF Nailul Huda menjelaskan dampak inflasi dari kenaikan tarif ojol yang dapat berdampak pada banyak hal, termasuk potensi menurunnya tenaga kerja dan meningkatnya angka orang miskin.
“Jika kenaikan tarif ojol menyebabkan kenaikan inflasi 0,5%, maka akan berdampak pada penurunan produk domestik bruto sebesar Rp436 miliar sehingga menyebabkan upah riil nasional menurun 0,0006% dan kenaikan jumlah penduduk miskin 0,04%,” papar Nailul.