Jakarta, Gatra.com- Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan untuk mencapai target Nationally Determined Contribution (NDC), Republik Indonesia (RI) membutuhkan dana lebih dari US$280 miliar (sekitar Rp4.152 triliun).
Menurut Sri Mulyani, fokus dari European Investment Bank (EIB) pada proyek hijau dan berkelanjutan telah sejalan dengan prioritas Indonesia.
"Karena itu, 1 miliar Euro (sekitar Rp15 triliun) tidak cukup," ungkap Sri pada pembukaan kantor regional EIB untuk Asia Tenggara dan Pasifik di Jakarta, Jumat (9/9).
Ia berujar, pembukaan kantor regional EIB untuk Asia Tenggara dan Pasifik di Jakarta sebagai upaya memastikan pinjaman untuk pembangunan berkelanjutan mampu mempercepat pertumbuhan ekonomi.
Sri Mulyani menyebut bahwa RI memiliki tekad dan komitmen kuat terhadap perubahan iklim, terutama dalam hal pembangunan berkelanjutan.
"Tentu hal ini menunjukkan sikap yang sangat penting untuk menciptakan dan membangun kerjasama dalam mengatasi masalah pembangunan, serta membangun rasa saling menghormati," tutur Sri Mulyani.
Ia berharap, proyek kerja sama akan selesai dengan cepat, memiliki terobosan yang baik serta memiliki tata kelola bagi lingkungan dan sosial yang lebih tepat dan efisien. Dengan demikian, tim EIB Indonesia bisa menjadi salah satu contoh terbaik di kawasan Asia Pasifik.
"Ini benar-benar proyek yang bagus. Saya senang melihat semangat kerjasama ini dan bisa bertemu anda semua," imbuh Sri Mulyani.
Wakil Presiden EIB, Kris Peeters mengatakan EIB siap berinvestasi dalam protek di Indonesia dengan nilai 1 miliar Euro setiap tahunnya. Selain itu, EIB juga menyiapkan anggaran proyek senilai 2,6 miliar Euro untuk meningkatkan kegiatan di kawasan Asia Tenggara.
Adapun kegiatan investasi EIB yang diprioritaskan antara lain pendanaan aksi iklim, transportasi perkotaan, perawatan kesehatan, keamanan energi dan proyek infrastruktur berkelanjutan di kawasan Asia Tenggara.
Sebagai informasi, dokumen NDC (Nationally Determined Contribution) menetapkan target pengurangan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) di Indonesia sebesar 29 persen dengan usaha sendiri, dan 41 persen dengan dukungan internasional yang memadai pada 2030.