Jakarta, Gatra.com – Perundingan penetapan batas Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) Indonesia-Vietnam dikabarkan telah memasuki babak baru pada 14-16 Juli 2022. Dalam pertemuan tersebut, tim teknis Indonesia memberikan konsesi bagi Vietnam sementara Vietnam bersedia meninggalkan posisi dasar single boundary line.
Menanggapi beredarnya hasil perundingan tersebut, Anggota Komisi I DPR Sukamta menyampaikan keterkejutannya. Menurutnya, perundingan terkait penetapan batas negara adalah isu sensitif, menyangkut kedaulatan wilayah Indonesia. Isu sepenting ini semestinya dilakukan secara transparan dan ada proses komunikasi kepada publik.
“Tahu-tahu ada kabar Indonesia akan berikan konsesi buat Vietnam dan garis batas proposal Indonesia turun ke selatan hampir 65% dari total area yang terbentuk dari posisi klaim unilateral kedua negara,” kata Sukamta.
Menurutnya, secara sepintas kebijakan tersebut merugikan Indonesia, karena harus kehilangan sebagian wilayah yang menjadi klaim wilayah Indonesia. “Kita tentu tidak ingin kejadian lepasnya Sipadan-Ligitan terulang kembali,” ia menambahkan.
Lebih lanjut, Sukamta menilai klaim Indonesia atas wilayah sudah benar. Di mana metode penarikan garis pangkal yang digunakan Indonesia, yaitu garis pangkal lurus kepulauan sudah sesuai aturan yang terdapat di dalam Pasal 47 Konvensi Hukum Laut (KHL) 1982. Sementara, metode penarikan garis pangkal yang digunakan oleh Vietnam menggunakan cara penarikan garis pangkal lurus tidak sesuai kaidah yang ada di dalam KHL 1982, karena Vietnam bukan negara kepulauan.
“Jadi, posisi klaim Indonesia di wilayah yang disengketakan di Laut Natuna Utara ini sudah kuat secara hukum internasional. Mengapa kabarnya Tim Teknis Indonesia memberikan konsesi bagi Vietnam, ini jadi pertanyaan,” kata Sukamta.
Menurut politikus PKS tersebut, jika benar garis batas proposal Indonesia turun ke selatan hampir 65% dari total area yang terbentuk dari posisi klaim unilateral kedua negara, maka Indonesia kehilangan wilayah laut yang cukup luas. “Tentu ini akan sangat merugikan nelayan Indonesia yang selama ini beroperasi di wilayah Laut Natuna Utara. Lebih dari itu, ini juga akan menjadi ancaman bagi kedaulatan wilayah Indonesia,” ujarnya lagi.
“Saya berharap pemerintah jangan berikan konsensi kepada Vietnam yang merugikan nelayan dan kedaulatan Indonesia. Posisi klaim kita sudah benar secara KHL 1982, mestinya kita harus kukuh dengan hal tersebut,” Sukamta menambahkan.