Jakarta, Gatra.com – Harga bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia resmi naik sejak 3 September 2022. Kenaikan itu pun memantik respons yang beragam dari publik. Kendati demikian, isu tersebut rupanya telah disadari masyarakat bahkan sejak kenaikan BBM masih berkonteks rencana. Mayoritas masyarakat pun mengaku tak setuju dengan kenaikan harga BBM.
Kecenderungan tersebut tampak dalam survei Indikator Politik Indonesia, yang mencatat bahwa ada sebanyak 71,8% responden yang mengaku tahu dengan adanya wacana tersebut. Sementara, hanya 28,2%-nya yang menyatakan tidak tahu-menahu akan hal itu.
“Saya kira kita punya semacam gambaran, bahkan sebelum kebijakan pemerintah yang tidak popular ini dilakukan pun, itu mayoritas publik tahu rencana tersebut, apalagi sekarang ya,” ujar Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi, dalam rilis survei bertajuk “Sikap Publik terhadap Pengurangan Subsidi BBM”, pada Rabu (7/9). Untuk diketahui, survei tersebut dilaksanakan pada 25–31 Agustus 2022.
Baca Juga: Ratusan Mahasiswa dan Emak-emak Geruduk DPR, Tolak Kenaikan Harga BBM
Di samping itu, survei tersebut juga mencatat bahwa ada sebanyak 78,7% responden yang menentang kenaikan harga BBM. Bahkan, kecenderungan penentangan itu pun tampak pada berbagai demografi, baik dari segi gender, usia, etnis, agama, pendidikan, pekerjaan, jumlah pendapatan, maupun domisili.
“Jadi kalau kita lihat, meskipun dari semua kategori demografi, itu mayoritas tidak setuju,” jelas Burhanuddin dalam kesempatan tersebut.
Lebih jauh, hasil survei tersebut bahkan menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat, yakni sebanyak 56,2%, tetap ingin pemerintah terus berupaya agar harga BBM tidak dinaikkan, meski Indonesia harus menambah utang di tengah lonjakan harga minyak dunia. Sementara itu, hanya 32,4% masyarakat yang memilih agar pemerintah dapat menaikkan harga BBM agar dapat mengurangi beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
“Jadi, mereka tahu bahwa harga minyak dunia mengalami kenaikan, secara umum ya, dibanding sebelum-sebelumnya, meskipun data track-nya bisa berubah setiap hari, tapi overall mereka tahu, tetapi kalau bisa pemerintah tidak menaikkan harga BBM, termasuk supaya tidak dinaikkan ya nyari utang saja,” kata Burhanuddin.
Sementara itu, di sisi lain, survei tersebut justru mencatat, hanya 32,1% orang yang tahu bahwa APBN tahun 2022 untuk subsidi BBM di tahun 2022 telah membengkak hingga Rp502 triliun, dan bahkan hanya 43,7% yang percaya dengan pernyataan tersebut.
Baca Juga: Tolak Kenaikan Harga BBM, PMII Kerahkan 1.800 Kader, Suarakan 4 Tuntutan untuk Jokowi
Kendati demikian, masyarakat yang tahu dan percaya akan isu pembengkakan APBN tadi cenderung menunjukkan dukungan yang lebih tinggi pada pemerintah untuk menaikkan harga BBM. Hanya saja, angka tersebut masih tetap kalah banyak dibanding jumlah masyarakat yang tetap menolak kenaikan harga BBM.
Meskipun begitu, temuan survei tersebut menunjukkan bahwa apabila kenaikan harga BBM tetap diberlakukan, ada sejumlah kompensasi yang diinginkan masyarakat untuk mengurangi dampak dari kenaikan tersebut. Burhanuddin menggarisbawahi bahwa kompensasi yang diinginkan masyarakat cenderung menyebar dan tidak mengerucut pada satu konteks semata.
Namun, ada tiga kompensasi yang paling banyak diinginkan masyarakat dalam survei tersebut. Ketiganya meliputi penurunan harga bahan makanan pokok sebesar 19,8%, pemberian bantuan sosial bagi warga miskin sebanyak 16,5%, dan penyediaan lapangan pekerjaan sebanyak 153,%