Home Hukum Tanggapan Guru Besar Hukum soal Pembebasan Bersyarat Narapidana Tipikor

Tanggapan Guru Besar Hukum soal Pembebasan Bersyarat Narapidana Tipikor

Jakarta, Gatra.com – Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Al-Azhar, Suparji Achmad, menjelaskan bahwa pembebasan bersyarat merupakan hak terpidana sesuai dengan aturan yang berlaku.

“Pembebasan bersyarat tersebut memang secara sosiologis dapat dianggap mencederai keadilan di masyarakat. Tetapi, itu menjadi hak dari narapidana dan menjadi kewenangan dari Kemenkumham untuk memberikan hak tersebut, dengan mengacu pada ketentuan hukum yang berlaku,” katanya saat dihubungi, Rabu (7/9).

Suparji juga menjelaskan bahwa selama terpidana sudah memenuhi ketentuan yang ada, maka pemenuhan haknya bisa dilakukan. 

Ia juga menyebutkan jika tidak ada waktu ideal hukuman bagi terpidana tipikor, melainkan sesuai dengan keputusan dan vonis hakim.

“Tentunya kembali pada vonis hakim. Vonis hakim juga kembali pada tuntutan jaksa. Idealitasnya adalah bila sesuai ketentuan hukum yang berlaku, tidak bisa dipatok berapa tahun untuk idealitasnya, tapi kembali kepada tuntutan dan vonis hakim yang itu akan memadukan nilai keadilan, kepastian, manfaat,” ujarnya.

Saat ini, pembrlakuan Syarat dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat diatur dalam Permenkumham No. 7 Tahun 2022 yang merupakan revisi atas aturan sebelumnya, yaitu Permenkumham No.3 Tahun 2018. 

Sebelumnya, pasal 10 berbunyi bahwa Narapidana yang melakukan tindak pidana korupsi untuk mendapatkan Remisi, selain harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 juga harus memenuhi syarat: a. bersedia bekerja sama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya; dan b. telah membayar lunas denda dan uang pengganti sesuai dengan putusan pengadilan. 

Setelah revisi, isi Pasal 10 berbunyi Narapidana yang melakukan tindak pidana korupsi untuk mendapatkan Remisi, selain harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 juga harus telah membayar lunas denda dan uang pengganti sesuai dengan putusan pengadilan.

Supardi menerangkan bahwa proses pembebasan terpidana kasus korupsi, salah satunya Pinangki, juga telah sesuai dengan aturan.

“Kebebasan bersyarat itu sesuai ketentuan paling sedikit sudah menjalani 2/3 masa pidana. Dengan ketentuan 2/3 tersebut, paling singkat adalah 9 bulan. Terus kemudian berkelakuan baik selama menjalani masa pidana paling sedikit 9 bulan, telah mengikuti program pembinaan dengan baik, tekun dan bersemangat. Karena sudah menjalani ketentuan, yang bersangkutan telah mendapat hak pembebasan bersyarat. Jadi, kalau dilihat dari ketentutan, sekali lagi yang bersangkutan telah memenuhi syarat untuk mendapat hak dan pembebasan bersyarat. Lagi-lagi adalah mengacu pada aturan yang ada,” tegasnya.

Sebelumnya, Kabag Humas dan Protokol Ditjenpas Kemenkumham, Rika Aprianti menjelaskan bahwa Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) telah memberikan hak bersyarat Persyaratan Bebas (PB)/ Cuti Bersyarat (CB)/ Cuti Menjelang Bebas (CMB) terhadap 23 narapidana tindak pidana korupsi (tipikor) yang dikeluarkan pada Selasa (6/9) lalu. 

Salah satu terpidana tipikor adalah Mantan Jaksa di Kejaksaan Agung (Kejagung), Pinangki Sirna Malasari, yang dikeluarkan dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Tangerang, pada Selasa (6/9).

"Iya betul, telah bebas bersyarat," kata Rika Aprianti.

Diketahui, Pinangki bebas setelah mendapat program pembebasan bersyarat. Meski ia tetap masih harus menjalankan kewajibannya, salah satunya yaitu wajib lapor ke Balai Pemasyarakatan (Bapas) karena statusnya belum bebas murni.

489