Mataram, Gatra.com- Bale Samar itulah sebutan Karib warga di Desa Sakra, Kecamatan Sakra, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat. Bale itu sebuah rumah panggung yang syarat akan cerita mistis. Tak sembarang orang bisa masuk rumah yang sudah berusia ratusan tahun ini.
Meski hanya ke pekarangannya. Yang membuat pengunjung mikir-mikir bahkan belum selangkah sudah merinding memasuki Bale Samar ini, konon di rumah inilah selendang Dewi Anjani disemayamkan.
Disebut Bale Samar, karena penghuni rumah tersebut tidak terlihat secara kasat mata. Namun begitu, keberadaanya begitu dirasakan oleh warga yang bermukim di sekitar Bale Samar tersebut. Bale Samar berada di tengah-tengah pemukiman di sebuah lahan yang dikelilingi tembok.
Untuk bisa masuk ke halaman Bale Samar, hanya terdapat sebuah gerbang kayu yang di bagian atasnya tertulis “Basmalah” dan di sebelah kanan tulisah “Allah” dan sebelah kiri tulisan “Muhammad”.
Bale Samar persis di bagian tengah. Berdiri di atas pondasi bebatuan. Sementara halamannya masih berupa tanah. Terdapat sebuah tangga kayu yang terhubung dengan pintu Bale Samar. Dindingnya terbuat dari bedek. Sementara atapnya dari ilalang.
Persis di dekat tangga kayu, terdapat sebuah gentong air yang terbuat dari tanah liat lengkap dengan pancurannya. Mirip seperti tempat wudhu masyarakat Sasak zaman dahulu. Gentong tersebut ditutup “tembolak” tudung nasi khas masyarakat Sasak.
Saban hari, gentong tersebut diisi air. Sebab, saat diisi esoknya, air dalam gentong memang sudah habis. Sehingga harus diganti.
“Kami yang tinggal di sini memang sering mendengar gemericik suara air dari area Bale Samar. Seperti orang yang sedang berwudu, tapi tidak terlihat ada orang di sana,” kata Mamiq Zaki, salah seorang warga Desa Sakra, Selasa (6/9).
Kepada Tim Ekspedisi Mistis PDI Perjuangan dan M16 yang bertandang ke Bale Samar, yang dipandu “Mangku” Bale Samar Lalu Muksin, dan juga Kepala Desa Sakra, Lalu Anugerah, membenarkan, jika Bale Samar memang sangat kental dengan cerita mistis. Nyaris seluruh warga di sana pernah melihat langsung dan mengetahuinya.
Mamiq Zaki sendiri tak akan lupa, bagaimana ketika dulu Bale Samar dipugar. Waktu itu dia sudah duduk di kelas III Madrasah Tsanawiyah. Pria 46 tahun ini menuturkan, sore hari, atap Bale Samar yang berupa ilalang diganti dengan atap dari genteng tanah liat.
Namun, kesokan harinya, seluruh genteng tersebut tiba-tiba saja sudah berada di tanah dalam kondisi tersusun rapi. Atap genteng pun dipasang lagi. Namun, keesokan harinya, hal serupa terjadi lagi. Begitu terus berulang. Sampai akhirnya, Bale Samar tetap menggunakan atap semula dari ilalang.
Warga lain acap mendengar kalau di dalam Bale Samar seperti ada suara-suara yang menandakan orang sedang beraktivitas. Pernah ada warga yang penasaran. Lalu masuk secara diam-diam ke area Bale Samar. Bukannya mengobati rasa ingin tahu, warga tersebut malah kesurupan hebat.
“Sampai sekarang, kalau sudah Magrib, tidak ada warga yang berani macem-macem ke sana,” kata Mamiq Zaki.