Home Nasional Ini Penyebab Turunnya Kepercayaan Publik Terhadap KPK

Ini Penyebab Turunnya Kepercayaan Publik Terhadap KPK

Jakarta, Gatra.com - Tingkat kepercayaan publik terhadap lembaga penegak hukum yang dilakukan oleh berbagai lembaga survei menunjukkan turunnya kepercayaan publik terhadap lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Data Lembaga Survei Indonesia pada 2015 lalu menunjukkan bahwa tingkat kepercayaan KPK ada di kisaran 80,5%. Sementara, data terakhir milik Indikator pada Agustus 2022 menunjukkan posisi KPK berada di kisaran 58,9%.

Pendiri THEMIS Indonesia, Feri Amsari, menyebutkan bahwa kondisi KPK saat ini merupakan proses pelemahan dari berbagai faktor mulai dari revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, hingga pucuk pimpinan KPK saat ini.

"Kita bicara leadership. Lima orang (saat ini) bukan yang terbaik dalam pemberantasan korupsi. Tapi kenapa bisa dipilih? Yang memilih (dari) istana," jelasnya pada acara diskusi bertajuk "Naik-Turun Lembaga Penegak Hukum Jelang 2024" yang digelar secara daring, Selasa (6/9) malam.

Feri juga mengatakan bahwa pimpinan KPK saat ini, Firli Bahuri, memiliki catatan buruk saat ia melakukan penyelidikan korupsi namun bertemu dengan terduga pelaku. Selain itu, revisi UU KPK membuat KPK kehilangan taji.

"Jangan-jangan undang-undang (direvisi) sedang memperkuat koruptor," katanya.

Sebelum revisi, pasal 1 ayat (3) mengatakan bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi adalah lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan mana pun. Setelah revisi, isinya berubah menjadi Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang selanjutnya disebut Komisi Pemberantasan Korupsi adalah lembaga negara dalam rumpun kekuasaan eksekutif yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan mana pun. 

Feri menegaskan bahwa KPK seharusnya berdiri sebagai lembaga independen dan terlepas dari seluruh bagian lain meliputi eksekutif, yudikatif, maupun legislatif. Ini menjadi catatan bahwa posisi KPK mulai berat sebelah dan membuat KPK tidak lagi sepenuhnya berdiri sendiri.

Peneliti dari Indonesia Corruption Watch (ICW), Lola Esther, sepakat bahwa kepemimpiman dan revisi undang-undang menyebabkan KPK kehilangan taringnya.

"Pimpinan KPK bermasalah bukan rahasia. Sejak seleksi, kami sudah menentang," ujarnya.

Selain itu, kondisi KPK saat ini tak terlepas dari kumulasi keputusan pimpinan KPK terdahulu. Ketika ada dugaan pelanggaran etik di internal, penundaan pengusutan membawa pengaruh yang menyebabkan KPK ada di posisi yang tidak lagi dilihat sebagai lembaga penegak hukum yang paling dipercaya publik.

Lola juga melihat bahwa pengaruh pengawasan legislatif saat ini turut mempengaruhi KPK. Buruknya pemahaman legislatif untuk pemberantasan korupsi membuat kontrol hilang sehingga tidak terjadi perbaikan bagi KPK.

784