Jakarta, Gatra.com - Direktur Eksekutif Lembaga Riset dan Konsultasi Publik Algoritma Aditya Perdana menilai, masih terdapat peluang akan munculnya nama-nama baru di bursa calon presiden menjelang Pemilu 2024. Hal itu didasari oleh hasil survei terdahulu Algoritma, yang mencatatkan minimnya angka keyakinan publik, bahwa nama-nama capres yang kini berelektabilitas tinggi dapat menyelesaikan sejumlah permasalahan pokok di Indonesia.
"Ada peluang, di mana capres, siapa pun itu, yang ingin maju ya, meskipun waktunya juga relatif pendek dibandingkan dengan calon-calon yang sudah mempersiapkan, ini masih ada peluang," ujar Aditya Perdana dalam acara Diskusi Media "Titik Temu", di Jakarta, Selasa (6/9).
Aditya pun menjelaskan bahwa peluang tersebut dapat "dicuri", apabila ada tokoh di luar bursa capres saat ini yang mampu mengkapitalisasi sejumlah isu yang tengah menjadi fokus di Indonesia. Beberapa di antaranya adalah polarisasi politik, pemulihan ekonomi, peran Indonesia di internasional, serta pemberantasan korupsi.
Pasalnya, menurut survei Algoritma yang rilis pada Minggu (21/8) silam, tercatat bahwa tiga calon presiden dengan elektabilitas teratas dalam survei tersebut, yakni Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, tak mampu seratus persen meyakinkan publik bahwa mereka dapat memenuhi keempat poin tersebut.
Bahkan, angka keyakinan publik dalam konteks penyelesaian polarisasi pun hanya mencapai 53,7% untuk Ganjar Pranowo, 51,9% untuk Prabowo Subianto, dan 448% untuk Anies Baswedan.
Sementara itu, angka keyakinan publik dalam konteks pemulihan ekonomi hanya mencapai 46,9% untuk Ganjar, 42,3% untuk Prabowo, dan 43,0 untuk Anies Baswedan.
Angka keyakinan publik dalam konteks peran Indonesia di kancah internasional pun hanya mencapai 38,5% untuk Ganjar, 53,8% untuk Prabowo, dan 45,7% untuk Anies Baswedan.
Sedangkan, dalam konteks pemberantasan korupsi, angka keyakinan publik pun hanya mencapai 44,8% untuk Ganjar, 55,1% untuk Prabowo, dan 38,6 untuk Anies.
"Jadi artinya, kita punya persoalan bahwa, ketika calon presiden yang populer saja, yang punya tingkat elektabilitasnya itu sudah tinggi, itu 'nggak sepenuhnya diyakini oleh pemilih, bahwa mereka itu mampu bisa mengatasi persoalan-persoalan bangsa dan negara yang saat ini kita hadapi," tegas Aditya dalam acara diskusi tersebut.
Meski begitu, ia menyebut bahwa pandangan publik terhadap nama-nama calon presiden yang akan maju pada Pemilu 2024 saat ini telah lebih dulu terbingkai. Dengan demikian, meski tak diyakini mampu mengatasi sejumlah problema pokok secara penuh, nama-nama yang kini bertengger pada bursa justru cenderung tak tergeser.
"Kelihatannya memang, pemilih atau responden kita itu sudah punya frame terhadap nama-nama yang top of mind-nya ini sudah jauh-jauh hari, karena setting yang sudah dipersiapkan oleh teman-teman politisi itu juga sudah lama," kata Aditya.
Artinya, Aditya menjelaskan, meski nama-nama baru juga memungkinkan untuk dimasukkan ke dalam survei Algoritma mendatang dalam sebuah pertanyaan tertutup, masyarakat telah lebih dulu memiliki pembingkaian terhadap nama-nama populer tadi. Dengan kata lain, apabila survei diadakan secara terbuka, nama-nama populer itu lagi lah yang akan disebutkan oleh publik.
Terlebih, jelas Aditya, nama-nama potensial lain belum tentu secara merata dikenali oleh masyarakat luas, atau malah terbatas pada sebagian kalangan ataupun wilayah geografis.