Moskow, Gatra.com – Raksasa gas Rusia, Gazprom mengatakan pada hari Selasa bahwa pihaknya telah menandatangani perjanjian dimulainya mengalihkan pembayaran pasokan gas ke China menggunakan mata uang yuan dan rubel, bukan dolar.
Reuters, Selasa (6/9), melaporkan pengalihan ini merupakan bagian dari keinginan Rusia untuk mengurangi ketergantungannya pada dolar AS, euro, dan mata uang keras lainnya dalam sistem perbankan dan perdagangannya - sebuah keinginan yang dipercepat Moskow sejak terkena sanksi Barat sebagai tanggapan atas invasi Rusia ke Ukraina.
Rusia telah menjalin hubungan ekonomi yang lebih erat dengan China dan negara-negara non-Barat lainnya, khususnya sebagai pasar baru untuk tujuan ekspor hidrokarbon.
CEO Gazprom Alexei Miller mengizinkan pembayaran dalam mata uang Rubel Rusia dan Yuan China agar "saling menguntungkan" bagi Gazprom dan China National Petroleum Corporation, milik Beijing.
“Ini akan menyederhanakan perhitungan, menjadi contoh yang sangat baik bagi perusahaan lain dan memberikan keinginan tambahan bagi perkembangan ekonomi kita,” katanya.
Gazprom tidak memberikan rincian lebih lanjut tentang skema tersebut atau mengatakan kapan pembayaran akan beralih dari dolar ke rubel dan yuan.
Presiden Vladimir Putin awal tahun ini memaksa pelanggan Eropa untuk membuka rekening bank dengan mata uang rubel dengan Gazprombank dan membayar dalam mata uang Rusia itu, jika mereka ingin terus menerima gas Rusia. Pasokan terputus ke beberapa perusahaan dan negara yang menolak persyaratan kesepakatan.
Rusia menandatangani perpanjangan penting senilai US$ 37,5 miliar untuk kesepakatannya memasok gas ke China saat invasi.
Dengan kesepakatan itu. Artinya kerja sama akan berlanjut dengan mengoperasikan gas ke China melalui pipa gas Power of Siberia sepanjang 3.000 kilometer (1.865 mil) yang akan dimulai lagi.
Putin memuji langkah itu sebagai peristiwa yang benar-benar bersejarah, tidak hanya untuk pasar energi global, tetapi di atas segalanya bagi Rusia dan Cina.