Jakarta, Gatra.com – Komite Ekonomi Rakyat Indonesia (KERIS) meminta Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) untuk menanggulangi berbagai dampak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi agar jangan sampai terjadi kondisi seperti di Sri Lanka.
“Segenap rakyat dan bangsa Indonesia tidak ingin kenyataan di negara Sri Lanka terjadi di Republik Indonesia,” ujar Ali Mahsun,? Ketua Umum (Ketum) KERIS, dalam keterangan pers diterima di Jakarta, Senin (5/9).
Untuk mengantisipasi itu, pemerintah Jokowi harus memiliki langkah cepat untuk menanggulangi dampak ekonomi, sosial, dan politik akibat kenaikan BBM subsisi tersebut. Pasalnya, kenaikan harga BBM subsidi akan menggerus daya beli dan konsumsi rakyat secara tajam. Ini juga memicu dampak sosial dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara.
Baca Juga: HMI Indonesia Demo Kenaikan Harga BBM di Depan Gedung DPR/MPR
Menurutnya, inflasi ekonomi Indonesia saat ini 5% bisa melompat 8-10%. Kemudian, inflasi pangan bisa melonjak dari 11% ke 15-16%. Kondisi tersebut akan segera menggerus daya beli rakyat yang belum kunjung bangkit dampak pandemi Covid-19 dan daya konsumsi rakyat secara tajam.
“Dapat perlambat gerak roda ekonomi rakyat dan pemulihan ekonomi nasional, bahkan bisa luruhkan pertumbuhan ekonomi nasional anjlok dari 5,44% jadi di bawah 5%,” ujarnya.
Tentunya, lanjut Ali, segenap rakyat dan bangsa Indonesia tidak ingin dampak resesi ekonomi dunia, melonjaknya inflasi, ancaman krisis pangan, ekonomi, dan energi dunia akibat pandemi Covid-19, serta perang Rusia-Ukraina dan ketegangan Laut Cina Selatan terjadi di Indonesia. “Kita semua tidak ingin realitas di Negara Sri Lanka terjadi di Indonesia,” tandasnya.
Ali melanjutkan, pengalihan subsidi dan atau bantuan sosial (bansos) dalam bentuk apapun, baik bentuk barang, orang atau lainnya yang dilakukan pemerintah untuk menanggulangi hal tersebut, ujung atau akhirnya berpotensi terjadi penyalagunaan atau penyelewengan. Ini menilik dari pengalaman panjang 77 tahun Indonesia merdeka.
“Kita tidak akan pernah lupa dalam sejarah negeri ini, bansos Covid-19 terkorupsi oleh Mensos RI. Oleh karena itu, kami tidak pada posisi menerima atau menolak kenaikan harga BBM Subsidi yang dialihkan ke Bansos Kenaikan BBM dengan anggaran Rp24,17 triliun,” ujarnya.
Sesuai pernyataan pemerintah, Rp24,1?7 triliun tersebut yakni Rp12,4 triliun untuk BLT 20,65 juta keluarga masing-masing Rp600 ribu. Kemudian, Subsidi Upah Pekerja sebesar Rp9,7 triliun untuk 16 juta pekerja dengan gaji dibawah Rp3,5 juta per bulan masing-masing Rp600 ribu dan Rp2,17 triliiun untuk subsidi transportasi umum, ojol, dan nelayan dari 2% DAU dan Dana Bagi Hasil.
KERIS juga meminta Presiden Jokowi dan segenap aparaturnya harus menjamin ketersediaan, kelancaran distribusi atau rantai pasok, dan stabilitas harga kebutuhan pokok masyarakat dan atau row material usaha ekonomi rakyat.
“Kita tidak ingin terjadi krisis pangan, melonjaknya kemiskinan, serta kelaparan masif dan massal di negeri ini. Kita juga tidak ingin ekonomi rakyat, bangsa dan negeri ini jadi korban kebijakan menaikan harga BBM subsidi,” ujarnya.
Selanjutnya, Jokowi harus segera menerbitkan Inpres RI untuk mewajibkan bupati, wali kota, dan gubernur membelanjakan 40% APBD ke produk-produk ekonomi rakyat dan bangsa Indonesia. Inpres ini sangat penting dan mendasar untuk mengguyur dana (uang) ke masyarakat sehingga dapat membantu menjaga daya beli dan konsumsi rakyat, efektifkan roda ekonomi rakyat dan nasional, serta mencegah dampak sosial politik yang tidak diharapkan akibat kenaikan harga BBM Subsidi.
“Mengingat dua tahun lebih modal ekonomi rakyat tergerus untuk memenuhi kebutuhan pokok akibat pandemi Covid-19, kami minta Presiden Jokowi penuhi janjinya terbitkan Perpu RI Pemutihan BI Checking atau Slik OJK,” ujarnya.
Menurutnya, ini sangat penting sehingga KUR tahun 2022 dengan plafon Rp373,17 triliun dengan bunga disubsidi APBN bisa diakses pelaku ekonomi rakyat tanpa ada hambatan BI Checking atau Slik OJK. Juga penyaluran KUR dapat dipertanggungjawabkan secara transparan dan akuntable, yakni ke mana disalurkan, bukan disalahgunakan.
“Kami minta kepada Presiden Jokowi untuk rombak total tata kelola migas di Indonesia, serta lakukan pengalihan subsidi BBM secara tepat sasaran, tegas, transparan, dan akuntabel,” katanya.
Terakhir, KERIS mendesak Presiden Jokowi mencabut total subsidi BBM 2023 dan anggarannya sebesar Rp350 triliun APBN 2023 dialihkan ke kesehatan, pendidikan, dan ekonomi rakyat. Dengan demikian, segenap rakyat dan bangsa Indonesia mendapat jaminan secara gratis pelayanan kesehatan dan pendidikan secara layak sebagaimana amanat Pembukaan UUD 1945.
Baca Juga: Tolak Kenaikan Harga BBM, PMII Kerahkan 1.800 Kader, Suarakan 4 Tuntutan untuk Jokowi
”Juga dipergunakan untuk skema keuangan ekonomi rakyat di luar lembaga perbankan, LPDB, dan Program Kemitraan BUMN/BUMD,” ujarnya.
Sedangkan untuk seluruh pelaku ekonomi rakyat, petani, nelayan, pedagang, buruh, TKI, home industri, pegiat seni budaya, ojek, sopir, becak, asisten rumah tangga, pemulung, dan pelaku ekonomi rakyat lainnya, KERIS mengajak agar terus berjuang.
“Harus tetap move on. Harus tetap berjualan, berproduksi, berusaha dan bekerja, serta harus selalu optimistis. Insya Allah badai ancaman krisis pangan, ekonomi, dan energi saat ini segera berlalu. Bersatu dan tangguh ekonomi rakyat unggul di negeri sendiri. Kedaulatan kita rengkuh kembali,” ujarnya.