Sydney, Gatra.com - Australia resmi meningkatkan penerimaan migran permanen menjadi 195.000, angka naik diperkirakan sekitar 35.000. Hal ini dilakukan dalam upaya untuk membantu bisnis dan industri memerangi kekurangan staf yang meluas dan mengurangi ketergantungan pada pekerja jangka pendek.
Pandemi COVID-19 menutup perbatasan negara selama hampir dua tahun dan bersama dengan eksodus pekerja liburan dan mahasiswa asing, membuat bisnis berjuang untuk menemukan staf agar tetap bertahan.
“Kami ingin memiliki orang yag hipotek dan menjadi bagian dari kami," kata Perdana Menteri Anthony Albanese di sela-sela pertemuan di Canberra, dikutip Reuters, Jumat (2/9).
Peningkatan tersebut akan berlaku untuk tahun keuangan saat ini dan akan berakhir Juni 2023 serta akan membawa target imigrasi
Australia sebagian besar sejalan dengan batas tahunan 190.000 yang diberlakukan antara 2013 dan 2019.
Tingkat itu dipotong 15% menjadi 160.000 hanya beberapa bulan sebelum munculnya COVID-19, dalam upaya untuk mengurangi kemacetan perkotaan. Pemerintah tidak memberikan rincian tentang angka yang akan datang.
Tingkat pengangguran Australia sekarang mendekati level terendah dalam 50 tahun di 3,4% tetapi kekurangan tenaga kerja telah berkontribusi pada melonjaknya inflasi yang telah mengurangi upah riil.
"COVID memberi kita kesempatan untuk mereformasi sistem imigrasi kita yang tidak akan pernah kita dapatkan kembali. Saya ingin kita mengambil kesempatan itu," kata Menteri Dalam Negeri Clare O'Neil pada pertemuan itu.
Australia diketahui telah bersaing dengan ekonomi negara maju lainnya, seperti Kanada dan Jerman, untuk memikat lebih banyak imigran berketerampilan tinggi, dengan lonjakan permintaan yang diperburuk oleh populasi yang menua.
Kanada, bulan lalu, mengatakan berada di jalur untuk melampaui tujuannya memberikan tempat tinggal permanen kepada lebih dari 430.000 orang tahun ini, lebih dari dua kali lipat target Australia, sementara Jerman merencanakan reformasi untuk membuat dirinya lebih menarik bagi pekerja terampil.
Tetapi ledakan dalam waktu pemrosesan visa di Australia telah membuat sekitar satu juta calon pekerja terjebak dalam ketidakpastian, memperburuk krisis kekurangan staf.
"Kami memahami bahwa ketika orang menunggu dan menunggu, ketidakpastian bisa menjadi tidak terkendali," kata Menteri Imigrasi Andrew Giles.
"Ini tidak cukup baik, dan mencerminkan sistem visa yang sedang dalam krisis," tambahnya.