Jakarta, Gatra.com – Fenomena "swing voters" atau pemilih yang cenderung berganti-ganti pilihan partai politik rupanya masih cukup ramai di Indonesia. Dengan demikian, ada sejumlah partai yang terancam akan gagal mengisi kursi DPR/MPR RI karena memiliki pemilih yang tidak loyal.
Hal itu dipaparkan oleh analis politik Saiful Mujani, dalam program "Bedah Politik" bertajuk ”Pergeseran Pemilih Partai Menjelang Pemilu 2024” di kanal YouTube SMRC TV, Kamis (1/9).
Dalam kesempatan itu, Saiful pun menyebut bahwa fenomena "swing voter" tadi dapat terlihat dari adanya kecenderungan pergantian secara ekstrem akan nama partai politik yang mendapatkan suara terbanyak. Hal ini disebabkan oleh adanya sejumlah partai yang cenderung memperoleh dukungan dari pemilih yang tak loyal.
Baca Juga: Survei Terbaru, SMRC: Ganjar Unggul dari Prabowo dan Anies Baswedan
Mengenai fenomena itu, SMRC dalam surveinya pun menemukan bahwa pemilih PDIP dan Demokrat cenderung stabil. Untuk PDIP, SMRC mencatat ada sebanyak 73,9% pemilih partai tersebut pada Pemilu 2019 silam, yang menyebut akan kembali memilih PDIP di Pemilu 2024 mendatang. Sementara, 2,7% tercatat akan beralih ke Partai Golkar, dan 16,7% lainnya masih belum menentukan pilihan mereka.
"Jika nanti dilihat, dibandingkan dengan partai yang lain, jadi, PDI Perjuangan ini relatif pemilihnya ini stabil," ujar Saiful dalam kesempatan tersebut.
Ia pun menambahkan, dengan kondisi tersebut, PDIP berpotensi akan mengalami kenaikan suara apabila partai itu berhasil menampung suara pemilih yang berpindah dari partai lain.
Selaras dengan kondisi PDIP, Partai Demokrat juga tercatat memiliki pemilih yang cenderung loyal. Pasalnya, hasil survei SMRC menunjukkan bahwa 73, 6% orang yang memilih Partai Demokrat pada Pemilu 2019 silam menyatakan akan memilih partai biru itu pada pemilu mendatang. Sementara 7,7% menyatakan belum menetapkan pilihan, 5,7% memutuskan akan berpaling ke PDIP, dan 5,4% akan beralih memilih Partai Gerindra.
"Jadi dia [Demokrat] akan 'perangnya' dengan PDIP dan Gerindra. Itu satu warna memang, pada dasarnya ya," kata Saiful.
Ia pun menjabarkan bagaimana kemunculan Demokrat pada 2004 silam berdampak pada penurunan drastis angka pemilih PDIP. Sebagaimana Saiful sebutkan, pada Pemilu 1999, sebelum adanya Partai Demokrat, PDIP berhasil meraup 34% suara. Namun, angka tersebut anjlok hingga 18% di tahun 2004, pascakemunculan Demokrat yang berhasil meraup 7% suara.
Baca Juga: Survei SMRC: Ganjar Singkirkan Prabowo di Posisi Elektabilitas Tertinggi
"Memang pemilih PDI Perjuangan itu beririsan lah [dengan Demokrat]," lanjutnya.
Berbanding terbalik dengan PDIP dan Demokrat, jumlah pemilih Partai Amanat Nasional (PAN) dan PPP pun cenderung dalam bahaya. Pasalnya, sebanyak 31,2% pemilih PAN pada Pemilu 2019 menyatakan masih belum menentukan pilihan partai politik mereka untuk pemilu mendatang. Angka itu melebihi setengah persentase dari pemilih stabil PAN, yakni sejumlah 54,2%.
Besarnya persentase tersebut memiliki potensi untuk berpaling ke partai baru yang didirikan oleh Amin Rais, yakni Partai Ummat. Sebab, dalam hemat Saiful, dukungan terhadap PAN memang pada dasarnya dipicu oleh sosok Amien Rais.
“Begitu Pak Amin Rais tidak ada di situ, dan karena mereka loyal pada Pak Amin Rais, mereka akan hijrah juga,” jelas Pendiri SMRC itu.
Sementara itu, PPP memiliki 56,7% pemilih stabil dan 11% pemilih yang masih belum menentukan pilihan mereka. Hanya saja, sebanyak 22,5% menyatakan akan memilih Partai Demokrat dan 8,3% memilih PDIP.
Saiful mengatakan, dengan kondisi tersebut, posisi PPP akan semakin berbahaya karena adanya pemilih yang belum menentukan pilihan tersebut. Pasalnya, persentase kecil itu tak diperoleh atas dasar loyalitas pemilih, namun karena pemilih mereka telah berpaling ke partai lain.
Baca Juga: Survei SMRC: Anies-AHY Pasangan Terfavorit Menjelang Pemilu 2024
“Ini berbahaya. Ini kalau betul-betul tidak ada upaya yang ekstra, mungkin [jadi] partai yang mengikuti [jejak] Hanura yang tidak lolos ke Senayan, padahal pernah ada di Senayan," kata Saiful.
Dengan demikian, kata Saiful, PAN dan PPP menjadi partai politik yang paling dikhawatirkan tidak dapat mengisi kursi DPR/MPR RI di Pemilu 2024 mendatang. Berbanding terbalik dengan PDIP dan Demokrat, serta lebih terancam dibanding Gerindra, Golkar, PKB, Nasdem, dan PKS, yang cenderung bergerak dinamis.
“PAN karena ada konflik kepemimpinan internal. Sedangkan PPP karena tidak cukup kompetitif menarik pemilih partai lain. Bahkan sebaliknya, pemilih yang sudah ada pun tidak mampu dijaga,” tegasnya.