Jakarta, Gatra.com – Sudah tujuh tahun, sejak PT Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya mendapat putusan pailit dalam sidang Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), tepatnya pada Agustus 2015 lalu. Namun, tidak ada kemajuan apa-apa pasca putusan tersebut.
Ini karena penanganan pasca kepailitan dipegang oleh tim kurator pilihan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai pemohon PKPU, tidak melaksanakan keputusan itu sesuai ketentuan.
Nasib PT Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya pun terkatung-katung hingga kini. Hal ini terungkap dalam Konferensi Pers “Upaya Pergantian Kurator PT Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya Tidak Kunjung Mendapat Respon dari Pihak yang Berwenang” di Matraman, Jakarta Pusat pada Rabu (31/08).
“Jadi, selain ini sudah memakan waktu yang begitu lama, sudah sangat berlarut-larut dan ini sangat tidak efektif akan sangat merisaukan meresahkan publik karena Bumi Asih Jaya ini berkaitan langsung dengan masyarakat banyak,” kata Sofian Herianto Sianipar, Kuasa Hukum PT Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya.
Sofian menyayangkan bahwa kebijakam OJK di perusahaan asuransi ini bisa mengarah pada perbuatan melawan hukum, dimana dari telaah tim Bumi Asih, ada kesalahan atau ketidaksesuaian penerapan pelaksanaan undang-undang oleh OJK.
penanganan ASuransi Bumi Asih jadi terbengkalai, salah satunya juga dipicu terbitnya undang-undang OJK, yang melebur beberapa lembaga pengatur sektor keuangan, salah satunya Bapepam-LK. Lembaga ini awalnya membawahi masalah pengelolaan sektor asuransi, namun dengan terbitnya OJK, lalu dialihkan.
Lalu, persoalan bertambh rumit, ketika tim kurator: Raymond Bonggard Pardede, Gindo Hutahaean,dan Lukman Sembada, ditetapkan sebagai tersangka karena diduga melakukan penggelapan dan pencucian uang atas aset milik PT Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya yang termasuk dalam budel pailit.
Ketiganya terjerat Pasal 372 KUHP dan Pasal 2, 3 dan 4 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55, 56 KUHP. Perkara pidananya telah berkekuatan hukum, keputusannya sudah inkrah dan yang bersangkutan sudah dieksekusi di Lapas Cipinang.
“Setelah dari situ, terjadi lagi transisi. Dipilih lagi atau ditunjuk lagi kurator yang dalam tanda kutip, kami selaku debitur tidak pernah mendapat konfirmasi upaya penunjukan ini oleh siapa, diajukan siapa dan atau pertimbangan apa yang pasti," kata Sofian.
Sofian menegaskan, sejak dinyatakan pailit, sampai dengan saat ini, tidak pernah debitur dan kurator yang ada lima orang itu, duduk bersama untuk menyelesaikan maslah ini. "Dalam arti selalu berseberangan,” terang Sofian.
Sofian berharap bahwa ada harapan baru bahwa proses pailit akan cepat selesai. Berkat adanya kurator baru, Sofian beserta timnya menyerahkan kepada lima orang tersebut karena mereka selaku debitur juga masih menerima keluhan dari para pemegang polis itu sampai kapan haknya dibayarkan.
Selama transisi berlangsung, banyak aset-aset yang sudah disita, salah satunya Gedung Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya. Harga jualnya pun dipertanyakan apakah laku atau tidak untuk dijual karena masalah ini sudah berlarut-larut. Selain itu ada juga aset lain di wilayah Jabodetabek dan pulau-pulau lainnya di Indonesia di setiap provinsi.
Namun ternyata harapan Sofian tentang adanya kurator baru tidak sesuai ekspektasi karena kelima orang tersebut tidak melakukan apapun untuk mengurus penyelesaian kepailitan PT Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya.
Oleh karena itu, Sofian bersama Direktur Utama dan Komisaris Utama PT Asuransi Bumi Asih Jaya memohon penggantian kurator dengan landasan hukum Pasal 71 huruf (D) Undang-Undang No. 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yang berbunyi,
“Pengadilan setiap waktu dapat mengabulkan usul penggantian Kurator, setelah memanggil dan mendengar Kurator, dan mengangkat kurator lain dan/atau mengangkat kurator tambahan atas (D) permintaan Debitur Pailit.”
Sebelum mengadakan konferensi pers pada Rabu (31/08), Sofian, Direktur Utama dan Komisaris Utama PT Asuransi Bumi Asih Jaya sudah mengajukan Surat Permohonan Penggantian Kurator resmi dan sudah beberapa kali diterima dalam upaya audiensi dengan Pimpinan atau Pejabat di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Sofian dan lainnya sudah mengajukan sebanyak empat kali. Mereka pertama kali mengajukan pada 10 Februari 2022 dan diterima oleh Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Surachmat, SH. dengan menyampaikan alasan dalam mengajukan permohonan penggantian kurator PT Asuransi Bumi Asih Jaya dan akan segera ditindaklanjut.
Pada 14 April 2022, Sofian dan lainnya kembali mengkonfirmasi permohonan mereka yang diajukan pada Februari lalu dan disambut dengan baik oleh Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Liliek Prisbawono Adi, SH., MH., dan berjanji akan segera menindaklanjuti permohonan tersebut dengan mengerahkan Hakim Pengawas Dulhusin, SH., MH. Namun progresnya belum ada.
Pada 2 Juni 2022, Sofian dan lainnya mendatangi kembali Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk mengetahui progres penindaklanjutan permohonan mereka yang sudah diajukan sekitar empat bulan lalu dan diterima oleh Panitera Muda Khusus Niaga Tri Inrodyono, SE., SH., dan diperintahkan untuk mengirim kembali surat yang berisi alasan pertimbangan hukum permohonan ganti kurator yang akhirnya dikirim pada 14 Juni 2022.
Terakhir, pada 15 Agustus 2022, Sofian dan lainnya kembali bersurat mengenai tindak lanjut permohonan yang sebelumnya telah disampaikan. Surat tersebut disalurkan melalui Bagian Umum di PTSP Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, namun belum ada jawaban, tanggapan atau respon apapun yang diterima.
Pada akhirnya, setelah empat bulan gagal mengajukan permohonan, Sofian dan lainnya mengajukan Permohonan Perlindungan Hukum Tertulis dan secara resmi telah disampaikan kepada Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia, Ketua Komisi Yudisial, Ombudsman Republik Indonesia, Ketua Badan Pengawas Mahkamah Agung dan Ketua Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Dua dari lima lembaga sudah merespons permohonan mereka dengan Ketua Komisi Yudisial memberikan respons bahwa itu bukan kewenangannya dan Ombudsman Republik Indonesia meminta untuk melengkapi permohonan dan mereka sudah melengkapi melalui email berdasarkan arahan dari Ombudsman sendiri, namun belum ada perkembangan.