Jakarta, Gatra.com - Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) menilai kenaikan harga bahan kebutuhan pokok akibat inflasi telah menurunkan omzet para pedagang pasar.
Sekretaris Jenderal APPSI, Mujiburohman menyatakan bahwa inflasi diprediksi akan terus meningkat sehingga berpotensi menggerus daya beli konsumen. Masa transisi dari pandemi Covid-19, kata dia, membuat daya beli masyarakat saat ini belum pulih sepenuhnya.
"Saat ini harga kebutuhan pokok, seperti cabai, daging, bawang putih, telur, dan beberapa bapok (bahan pokok) lainnya terus mengalami kenaikan," ujar Mujiburohman dalam keterangan resmi di Jakarta, Selasa (30/8).
Ia berujar, APPSI melihat kenaikan harga bahan pokok dipicu oleh beberapa faktor, antara lain kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) dari 10 % menjadi 11 %; melemahnya kurs Rupiah terhadap Dolar; dan terhambatnya pasokan BBM (bahan bakar minyak) bersubsidi menyebabkan kenaikan tarif angkutan.
"Konflik Ukraina dan Rusia juga menyebabkan hambatan pasokan bahan baku pangan dan pakan ternak. Kenaikan bea cukai atas produk tertentu disinyalir berperan memicu lonjakan harga bahan pokok," imbuhnya.
Oleh karena itu, APPSI menyuarakan lima tuntutan kepada pemerintah untuk mengatasi kendala pedagang pasar di tengah tekanan inflasi. Lima tuntutan tersebut antara lain:
1. Menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat.
2. Memastikan kelancaran distribusi BBM bersubsidi.
3. Menjaga hubungan baik dengan negara lain untuk mencegah penghentian pasokan bahan baku pangan impor.
4. Meninjau ulang rencana kebijakan kenaikan harga BBM, atau kebijakan fiskal maupun moneter yang dapat memicu kenaikan harga barang pokok/penting lainnya.
5. Memberikan bantuan permodalan.
Sebelumnya, Bank Indonesia mencatat inflasi pada Juli 2022 mencapai 4,94 %, lebih tinggi dari batas atas sasaran sebesar 3 % +/- 1 %. Adapun lima Provinsi dengan tingkat inflasi tertinggi antara lain Jambi 8,55 %, Sumatera Barat 8,01 %, Bangka Belitung 7,7 %, Riau 7,04 % dan Aceh 6,97 %.
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo mengatakan Inflasi 4,94 disebabkan terutama oleh tingginya inflasi kelompok pangan bergejolak yang mencapai 11,47 %. Padahal, semestinya angka inflasi pangan tidak lebih dari 5 % atau maksimal 6 %.
"Di dalam negeri terjadi gangguan pasokan di sejumlah sentra produksi hortikultura termasuk cabai dan bawang merah akibat permasalah struktural sektor pertanian, cuaca, dan ketersediaan antar waktu dan antar daerah," kata Perry beberapa waktu lalu.