Kupang, Gatra.com - Jaksa Agung RI, ST. Burhanuddin melakukan kunjungan kerja (Kunker) secara virtual dengan seluruh Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) dan seluruh Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) se-Indonesia, Senin (29/8).
Dalam kunker itu, Jaksa Agung RI, ST. Burhanuddin memberikan pengarahan kepada seluruh Kajati dan Kajari se-Indonesia baik untuk bidang Pidana Umum, Pidana Khusus, Pengawasan dan Pembinaan.
Berdasarkan rilis yang diterima Gatra.com melalui Penkum Kejati NTT, Jaksa Agung memberikan apresiasi kepada jajaran pidsus sejumlah Kajati antaranya NTT, DKI, Sumatera Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan.
Pasalnya, kata Jaksa Agung, sejauh ini penanganan bidang tindak pidana korupsi diseluruh Indonesia yang berkaitan dengan pertanahan nilai kerugian kurang lebih mencapai Rp1, 4 triliun.
Selain Kajati NTT, lanjut Jaksa Agung, dirinya juga memberikan apresiasi kepada bidang pidsus Kajati Sumatera Barat, Kajati DKI Jakarta bersama dengan Kajari Jakarta Timur dan Kajari Jakarta Barat, kemudian Kajati Jawa Tengah bersama dengan Kajari Grobogan, Kajati DIY, Kajati Sulawesi Selatan, Kajati Maluku, dan Kajati Gorontalo yang telah dengan baik merespon permainan mafia tanah di berbagai wilayah hukumnya.
Menurut Jaksa Agung, respon cepat tersebut menandakan bahwa jaksa benar-benar menginternalisasi serta melaksanakan Surat Edaran Jaksa Agung Nomor 16 tahun 2021 tentang Pemberantasan Mafia Tanah yang sebelumnya telah dibuat.
Untuk jajaran pidsus pada satuan kerja lainnya, lanjut Jaksa Agung, yang belum mengentaskan permasalahan mafia tanah, segera pelajari pola penanganan yang telah ada saat ini, tunjukkan dedikasi saudara-saudari terhadap masyarakat di wilayah hukum masing-masing sehingga kepercayaan publik terhadap institusi kita tetap terjaga.
“Selanjutnya saya ingin memberikan arahan sekaligus menyamakan persepsi terkait penanganan perkara pidsus secara profesional, tuntas, dan berbobot. Pertama terkait penanganan secara profesional, pada saat saudara ditunjuk untuk menangani suatu perkara, maka saudara harus benarbenarmengetahui duduk persoalan hukumnya secara jelas dan terang. Hal ini dimaksudkan agar penanganan perkara tepat sasaran, serta dapat dipertanggung jawabkan,” kata Jaksa Agung, ST. Burhanuddin.
Selain itu juga, tambah Jaksa Agung, kepada para Kepala Satuan Kerja agar berhati-hati dalam menunjuk Jaksa dalam penanganan suatu perkara. Pastikan bahwa Jaksa tersebut benar-benar bersih dari benturan kepentingan dengan para pihak (conflict of interest).
Hal tersebut sangatlah penting karena konflik kepentingan akan menimbulkan bias dalam pertimbangan dan pengambilan keputusan, lakukanlah profiling secara cermat dan teliti dalam hal penunjukan jaksa demi suksesnya penanganan perkara.
Dikatakan Burhanuddin, terkait penyitaan sebagai permasalahan klasik dalam penanganan tindak pidana korupsi. Sebagai Jaksa Agung meminta agar tidak serampangan dalam melakukan penyitaan. Hal tersebut akan memberi dampak signifikan bagi kepentingan penyidikan, pembuktian, hingga eksekusi pasca putusan inkracht.
“Penanganan perkara secara tuntas. Jaksa yang menangani perkara tidak boleh memiliki standar pencapaian hanya melalui pelaksanaan penyidikan dan pembuktian perbuatan korupsi di persidangan saja, tetapi juga harus dapat membuktikan adanya Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU),” katanya.
“Ingat, bahwa hakikat dari penegakan hukum terhadap Tindak Pidana Korupsi adalah kembalinya kerugian keuangan negara. Oleh karena itu kepada para jaksa dalam melakukan penanganan perkara korupsi harus melakukan pengusutan terhadap aset pelaku demi tercapainya pengembalian kerugian keuangan negara secara optimal,” sambung Burhanuddin.
Dalam kesempatan itu, arahan terakhir Jaksa Agung berkaitan dengan penanganan perkara yang berbobot, Mindset penanganan perkara berbobot tidak hanya didasarkan pada besaran besar kecilnya kerugian keuangan negara yang diakibatkan oleh pelaku, namun dari permasalahan yang diangkat dirasakan langsung oleh masyarakat.
Untuk bisa mengasah sensitivitas terhadap hal tersebut maka para jaksa perlu mendalami isu kedaerahan yang ada di daerah hukumnya. Sebagai contoh perkara perambahan hutan, mafia pupuk, mafia tanah yang apabila kita lakukan penindakan akan timbul dukungan serta dukungan dari masyarakat setempat.
“Pada kesempatan ini juga saya mengingatkan terkait kepatuhan pengisian entry CMS Pidsus. Saya masih melihat belum optimalnya dalam penginputan khususnya dalam hal laporan dugaan tindak pidana korupsi dari masyarakat,” katanya.
Ditegaskan Jaksa Agung, hal tersebut menjadi penting agar kita mengetahui secara jelas asal-muasal penanganan perkara tersebut dalam sistem CMS, serta demi terwujudnya tertib administrasi penanganan perkara Pidsus.