Palembang, Gatra.com - Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan (DLHP) Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel), terus melanjutkan proses penyelesaian dokumen Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut (RPPEG) untuk memperoleh masukan dan usulan dari para pihak.
Kegiatan konsultasi publik dokumen RPPEG Sumsel, melibatkan berbagai pemangku kepentingan di daerah ini, khususnya yang terkait dengan pengelolaan sumber daya alam dan ekosistem gambut, yang berlangsung di Ballroom Hotel Aryaduta Palembang, Senin (29/8). Pada kegiatan tersebut hadir Kepala Kerjasama Kedutaan Besar Kanada untuk Indonesia, Kevin Tokar.
Selain itu, forum juga bersama-sama menyepakati strategi, arah kebijakan, program, kegiatan, dan target dalam RPPEG Provinsi Sumatera Selatan sebagai proses awal dalam komitmen implementasi pengelolaan gambut berkelanjutan.
Kabid Pengendalian Kerusakan dan Pemeliharaan Lingkungan Hidup DLHP Sumsel, Drs Wilman SH MH mengatakan bahwa dokumen RPPEG Sumsel, telah disusun dalam beberapa waktu terakhir yang sudah mencakup semua pembahasan, termasuk strategi kebijakan hingga program dan hari ini dilaksanakan konsultasi publik untuk menerima masukan dan saran dari para pihak, terkait kandungan atau isi dokumen RPPEG Provinsi Sumatera Selatan.
"Dengan merujuk pada Permen LHK No. 60 Tahun 2019 tentang Tata Cara Penyusunan, Penetapan, dan Perubahan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut (RPPEG), salah satu prinsip dalam penyusunan dokumen RPPEG adalah bersifat partisipatif melibatkan para pihak," Katanya.
Tim Ahli Restorasi Gambut Sumsel, Syafrul Yunardi menyebut, sebanyak 40 persen dari total luasan 1,2 juta hektare lahan gambut di daerah ini tercatat dalam kondisi menurun atau terdegradasi. Ia menjelaskan bahwa lahan gambut di Sumsel, bentuknya berupa hutan rawa gambut.
"Di atasnya hutan, di bawahnya gambut tetapi pada kenyataannya hutan itu ditebang dan dibuka untuk kegiatan perkebunan dan pertanian," katanya.
Pembukaan hutan gambut itu, kata Syafrul, seiring tingginya pertumbuhan jumlah penduduk yang berakibat pada keterbatasan lahan produksi. "Padahal dulu lahan gambut itu tidak dilirik, karena ini lahan marjinal alias kurang subur namun karena permintaan [lahan] tinggi, masuklah perkebunan," katanya.
Aktivitas produksi di lahan gambut itu pula yang berpotensi menyebabkan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) lantaran adanya kanalisasi yang dibuat perusahaan konsesi. "Sejatinya hutan rawa gambut hampir sepanang tahun tergenang, kalau hutan rawa gambut itu baik tidak akan pernah terbakar. Makanya perlu ada sekat kanal agar gambut tak kering," katanya.
Syafrul mengatakan berbagai pihak telah berupaya untuk melindungi dan mengelola ekosistem gambut. Bahkan, kata dia, Sumsel juga dapat dukungan dari banyak negara untuk membuat lahan gambut lestari. "Salah satunya Kanada lewat proyek Land4Lives yang lokusnya ada di kabupaten dengan lahan gambut cukup luas di Sumsel," katanya.
Penyusunan dokumen RPPEG Sumsel tersebut didukung oleh proyek Land4Lives, yang merupakan kerjasama antara Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas dan Pemerintah Kanada melalui Global Affairs Canada (GAC).
Kepala Kerjasama Kedutaan Besar Kanada untuk Indonesia, Kevin Tokar, mengatakan pihaknya berkomitmen untuk menggelontorkan dana Rp190 miliar untuk pengelolaan lahan yang lebih baik di tiga provinsi di Tanah Air, termasuk Sumsel.
"Sumsel merupakan daerah kedua terbesar untuk ekosistem gambut di Indonesia, sehingga kami menilai perlu mendukung pengelolaan gambut yang lebih baik," katanya. Kanada juga mendukung penyusunan dokumen RPPEG untuk pengelolaan gambut berkelanjutan.
Di Sumsel, pelaksanaan program Kanada bermitra dengan World Agroforestry (ICRAF) Indonesia. Menurut Kevin, Indonesia tidak bisa memenuhi komitmennya dalam mengurangi dampak perubahan iklim, kecuali dapat mengelola gambut secara berkelanjutan.
"Akan tetapi tujuan kami tak hanya untuk perubahan iklim, melainkan juga membantu petani agar dapat menerapkan tata kelola pertanian yang lebih baik," katanya.
Reporter: Bubun K