Jakarta, Gatra.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI meminta Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), menolak laporan dugaan pelanggaran administrasi yang diajukan Partai Indonesia Bangkit Bersatu (IBU) dan Partai Pelita. KPU menganggap bahwa laporan yang diajukan tersebut kabur dan bahkan tidak memiliki legal standing (kedudukan hukum).
"Terlapor (KPU RI) memohon majelis pemeriksaan menolak seluruh dalil para pelapor yang mengaku-ngaku, atau setidaknya dengan dalam laporan para pelapor tidak dapat diterima," ujar Anggota KPU RI Koordinator Hukum dan Pengawasan Mochammad Afifuddin, dalam sidang pemeriksaan, di Kantor Bawaslu RI, Jalan MH. Thamrin, Jakarta, Senin (29/8).
Terkait Partai Pelita, Afifuddin menjelaskan bahwa partai tersebut menggunakan data non SIPOL (Sistem Informasi Partai Politik) atau fisik dalam proses pendaftaran. Pemenuhan dokumen Partai Pelita pun tetap tidak dapat terpenuhi.
Hal tersebut menurut Afifuddin untuk menjawab sejumlah poin aduan yang diajukan Partai Pelita lewat kuasa hukum mereka, Ahmad Kholidin. Partai Pelita menganggap, KPU tidak mengantisipasi banyaknya peserta partai politik yang akan datang jelang hari terakhir pendaftaran.
Ia pun menegaskan, kurangnya petugas KPU dalam proses tersebut membuat partai politik yang belum melakukan pendaftaran maupun partai politik yang hendak melengkapi berkas, pun harus melakukan pendaftaran secara bergantian, sehingga memakan waktu terlalu lama.
"Waktu untuk pendaftaran yaitu sudah habis, sehingga secara fisik, SIPOL KPU sudah dinyatakan ditutup, sehingga Partai Pelita tidak dapat mendaftar ulang kembali untuk melengkapi kekurangan data ketika pendaftaran," ujar Kholidin dalam sidang tersebut.
Dasar yang menjadi objek dugaan pelanggaran administrasi Pemilu yang diajukan Partai Pelita hanyalah terkait tata cara dan mekanisme kerja KPU.
"Hal ini sangat merugikan hak berpolitik Partai Pelita dan seluruh masyarakat Indonesia yang mendukung Partai Pelita, akibat tidak profesionalnya aparat di KPU dalam menerima pendaftaran peserta partai politik," kata Kholidin.
Sementara itu, Partai IBU dalam laporannya menggarisbawahi sejumlah poin terkait ketidaksetujuan mereka atas eksistensi SIPOL sebagai acuan lolos atau tidaknya partai politik dalam melakukan pendaftaran.
Partai IBU menganggap SIPOL bertentangan dengan Pasal 193 dan pasal 176 UU No. 7 Tahun 2017 juncto Pasal 7 Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No. 4 Tahun 2022, sebagaimana berdasarkan ketentuan UU No. 7 tahun 2017 tentang pemilihan umum dilaksanakan secara manual, dan jika dilaksanakan dengan menggunakan SIPOL, maka bertentangan dengan Pasal 1 UU 24 PKPU Nomor 4 tahun 2022 tentang pendaftaran, verifikasi, dan penetapan partai politik peserta pemilihan umum.
Partai IBU menyatakan bahwa pendaftaran sebagai calon peserta Pemilu 2024 banyak menemui kendala akibat jaringan internet di sejumlah daerah yang tidak memadai, sehingga menyebabkan kehilangan data saat proses input. Selain itu, Partai IBU juga menyebut bahwa petugas pemeriksa KPU tidak menguasai SIPOL, yang mana berdampak pada tidak terpenuhinya data-data administrasi Partai IBU.
"Petugas pemeriksa KPU RI tidak dapat melaksanakan pemeriksaan secara komprehensif dan tidak menguasai Sipol sehingga petugas memeriksa KPU RI kembali memerintahkan operator IT Partai IBU untuk buka data manual dengan pemaknaan yang berbeda dengan sipol sehingga tidak dapat terpenuhinya," ujar perwakilan pihak Partai IBU, Erlangga.
Komisioner KPU RI, Afifuddin dalam menjawab pernyataan Partai IBU, justru memohon majelis pemeriksaan (Bawaslu RI) untuk menolak seluruh dalil pelapor yang disebutnya mengaku-ngaku dan kabur. Terlebih, mengenai jaringan internet yang Afifuddin pandang sebagai problematika internal, yang tidak seharusnya dilimpahkan kepada KPU.
Bawaslu pun memutuskan untuk melanjutkan sidang besok, Selasa (30/8), dengan agenda pemeriksaan bukti dari kedua pelapor. Sidang tersebut nantinya akan dimulai pada pukul 15.30 WIB.
"Sidang akan dilanjutkan esok hari dalam agenda penyampaian alat bukti pada pukul 15.30 WIB," kata Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja, selaku ketua majelis dalam sidang tersebut.