Jakarta, Gatra.com - Berbagai organisasi dan aktivis pendidikan memprotes usulan masuknya RUU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) dalam Program Legislasi Nasional Tahun (Prolegnas) 2022. Masalah transparansi dan tergesanya penyusunan RUU Sisdiknas menjadi sebab munculnya desakan agar DPR RI menunda proses Prolegnas RUU.
Pemerhati pendidikan dari Vox Populi Institute, Indra Charismiadji, menyoroti rendahnya tingkat partisipasi masyarakat dalam penyusunan beleid. Padahal, posisi RUU Sisdiknas dinilai strategis dan vital karena nantinya RUU akan menggabungkan tiga UU sekaligus: UU Sisdiknas, UU Pendidikan Tinggi, dan UU Guru dan Dosen.
"DPR harus tegas menunda Prolegnas RUU. Karena jangan sampai RUU yang dibahas merupakan aturan yang pembahasan ya dilakukan di ruang gelap tanpa melibatkan partisipasi seluruh pemangku kepentingan," ujar Indra saat hadir dalam konferensi pers secara daring, Sabtu (27/8).
Dalam pengamatan Indra, proses pembahasan RUU Sisdiknas hingga kini belum bisa dianggap transparan. Hal ini disinyalir karena para pemangku kepentingan yang dimintai masukan oleh Kemendikbudristek selaku penyusun beleid tak bersifat intens dan tak dilakukan secara mendalam.
"Praktik penyusunan RUU Sisdiknas seperti hantu yang bekerja sendirian di ruang sunyi. Belum terlihat pelibatan publik secara lebih bermakna dan mewakili seluruh Indonesia. Prosesnya tidak bisa hanya dibahas di Jakarta,” tegasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua Umum Bidang Pendidikan NU Circle, Ahmad Rizali juga mendorong agar masyarakat dan seluruh pemangku kepentingan bidang pendidikan ikut bergerak menolak masuknya RUU Sisdiknas masuk prolegnas dan disahkan diam-diam.
"RUU Sisdiknas ini harus disusun dan dibuat secara visioner. Bukan dibuat oleh mereka yang bernafsu membuat kebijakan tunggal dan komersial,” jelasnya.
Hal serupa pun disampaikan oleh Dewan Pakar Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Rakhmat Hidayat. Ia menyebut, uji publik sebagai bentuk pemberian partisipasi publik dalam penyusunan beleid Februari 2022 lalu terasa sekedar formalitas saja.
"Sebab organisasi yang diundang hanya diberi waktu 5 menit menyampaikan komentar dan masukan. Aspek partisipasi publik masih rendah, terkesan pelengkap syarat formal saja," ujar Rakhmat dalam keterangan tertulisnya.
Sementara itu, Kepala Badan Standar, Asesmen, dan Kurikulum Pendidikan (BSKAP), Kemendikbudristek, Anindito Aditomo, menegaskan bahwa pihaknya telah membuka berbagai saran dan masukan dari publik terkait dnegan penyusunan RUU.
Ia pun menegaskan, selama tahap perencanaan dilakukan, pemerintah telah mengundang puluhan lembaga dan organisasi untuk memberi masukan terhadap draf versi awal dari RUU Sisdiknas dan naskah akademiknya. Draf terbaru juga telah dikirimkan kepada berbagai pemangku kepentingan untuk mendapat masukan lebih lanjut.
"Masukan dari publik tersebut merupakan bentuk pelibatan publik yang bermakna sesuai amanat undang-undang dan akan menjadi bahan pertimbangan dalam tahap penyusunan dan pembahasan rancangan undang-undang," ujar Anindito menandaskan.