Jakarta, Gatra.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan perlu tambahan anggaran untuk subsidi dan kompensasi energi sebesar Rp195,6 triliun apabila volume konsumsi BBM subsidi tidak dibatasi. Dengan asumsi harga minyak dunia tetap tinggi di angka US$105/barel.
Artinya, jumlah anggaran subsidi dan kompensasi akan membengkak menjadi Rp698 triliun. Padahal, dalam APBN 2022 anggaran awal subsidi dan kompensasi energi hanya sebesar Rp152,5 triliun.
"Lebih dari tiga kali lipat selisihnya," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers tindak lanjut hasil rapat koordinasi Kemenko Perekonomian, Jumat (26/8).
Baca juga: Jika Subsidi dan Kompensasi Energi Dihapus, Anggaran Rp502 Triliun Bisa Jadi Apa Saja?
Sri menjelaskan, tambahan anggaran Rp195,6 triliun itu sudah memakan lebih dari separuh dari anggaran subsidi dan kompensasi dalam RAPBN 2023 sebesar Rp336,3 triliun. Dia berujar, jika tambahan anggaran subsidi dan kompensasi energi sebesar Rp195,6 triliun itu dipaksa untuk direalisasikan di tahun ini, maka berpotensi membebani APBN di tahun depan.
"Jadi kalau ada tagihan di tahun 2022 nanti, ya berarti sudah lebih dari separuh (subsidi dan kompensasi dalam RAPBN 2023) sudah terpakai untuk membayar yang di 2022. Kita bisa bayangkan, anggaran subsidi dan kompensasi 2023 menjadi tidak mencukupi. Nanti akan menimbulkan persoalan yang sama lagi," jelasnya.
Baca juga: Opsi Harga BBM Susbidi Naik, Menteri Teten Siapkan Skema Bantuan UMKM
Kompensasi BBM menjadi komponen pengeluaran yang paling melonjak. Awalnya APBN 2022 menganggarkan kompensasi BBM sebesar RP18,5 triliun, namun perubahan APBN di pertengahan tahun membengkak hingga Rp252,5 triliun. Kenaikan harga minyak dunia, dan isu geopolitik menjadi penyebab lonjakan realisasi subsidi dan kompensasi BBM.
"Kalau itu tidak diabsorbsi shocknya langsung menghantam ekonomi masyarakat, mungkin ekonomi kita semuanya akan sangat berat. Maka APBN mengambil shock itu, meredamnya dengan menambah Rp502,4 untuk subsidi dan kompensasi BBM dan listrik atau naik Rp349,9 triliun" jelasnya.
Baca juga: Ombudsman soal Hasil Responden BBM Subsidi: Banyak Tahu Teknis Pendaftaran
Menurut Sri, apabila penerimaan negara dari lonjakan harga komoditas tahun ini yang bertambah sebesar Rp420 triliun dipakai untuk menambah subsidi dan kompensasi energi seperti pertalite, solar, dan LPG 3 KG serta listrik, tetap tidak mencukupi.
"Seluruh windfall profit dipakai semuanya, tidak akan mencukupi karena akan habis. Tagihan yang Rp502 triliun itu baru akan datang pada saat sudah di audit oleh BPKP nanti sekitar bulan September. Makanya APBN kita akan langsung habis saja untuk membayar itu," imbuhnya.
Adapun harga keekonomian solar apabila harga minyak mentah dunia US$/barel, dan kurs Rp14.700 yaitu Rp13.950/liter, Pertalite Rp14.450/liter, Pertamax Rp17.300/liter dan gas LPG sebesar Rp18.500/kilogram. Sementara harga BBM subsidi di masyarakat saat ini untuk solar masih Rp5.150/liter, Pertalite RP7.650/liter dan Pertamax Rp12.500/liter. Artinya dalam setiap liter solar saat ini, pemerintah memberikan kompensasi sebesar Rp8.800/liter, Pertalite Rp6.800/liter, dan Pertamax Rp4.800/liter.