Home Hukum Bea Cukai Minta Advokat Peradi Bantu Sosialisasikan Rekordasi dan Cegah Produk Palsu

Bea Cukai Minta Advokat Peradi Bantu Sosialisasikan Rekordasi dan Cegah Produk Palsu

Jakarta, Gatra.com – Peradi terus berupaya meningkatkan skil dan pengetahuan para advokatnya. Kali ini, Bidang Pendidikan Berkelanjutan DPN Peradi dan DPC Peradi Depok menggelar seminar soal Hak Kekayaan Atas Intelektual (HAKI) dan pentingnya rekordasi.

“Webinar ini untuk mendukung dan meningkatkan pengetahuan di bidang intelektual, pentingnya peran rekordasi merek dan hak cipta pada Bea Cukai bagi pemegang HAKI,” kata Khairi Poloan, Ketua DPC Peradi Depok, Kamis (25/8).

Rekordasi atau perekaman merek dan hak cipta ini sangat penting untuk mencegah masuk dan keluarnya barang palsu serta peredarannya di wilayah Indonesia serta penyelesaiannya jika itu terjadi.

Wakil Ketua Umum (Waketum) Bidang Pendidikan Berkelanjutan DPN Peradi, Happy SP Sihombing, menyampaikan, webinar kali ini sangat berbeda dengan webiar sebelum-sebelumnya, karena berhubungan dengan HAKI.

“Webinar kali ini kita padukan dengan bagaimana hak dan wewenang bea cukai dalam mencegah peredaran barang palsu,” ujarnya. 

Webinar ini, lanjut dia, sangat penting khususnya bagi advokat untuk turut serta menyosialisasikan kepada masyarakat, khususnya pemilik merek dan hak cipta untuk melakukan rekordasi di Bea dan Cukai. “Ini untuk mencegah masuk dan keluar serta beredarnya barang palsu di Indonesia,” ucapnya.

Webinar yang dipandu oleh advokat Peradi, Lenny Nadriana, ini menghadirkan 4 narasumber, yakni Direktur Merek dan Indikasi Geografi, Kurniaman Telaumbanua; Kepala Kantor Bea Cukai Entikong, Ristola Nainggolan; Senior Analisis pada Sub Direktorat Kejahatan Lintas Negara Direktorat Penindakan dan Penyidikan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Andri Rizqia Indrawan; dan Sekretaris DPC Peradi Depok, Nadya P.G. Djayadiningrat.

Pembicara dan panitia webinar soal HAKI dan rekordasi Peradi dan DPC Peradi Depok. (Ist)

Ristola mengupas soal legislasi dan peraturan teknis soal rekordasi dan kewenangan Bea Cukai. Ia meminta para advokat ikut menyosialisasikan itu karena angka peredaran produk palsu di Indonesia terbilang masih tinggi.

“Hasil penelitian MIAP bahwa produk palsu yang beredar tahun 2020 cukup fantastis, Rp148 sekian triliun,” ujarnya.

Akibatnya, lanjut dia, negara kehilangan potensi penerimaan dari sektor pajak triliunan rupiah serta hilangnya lapangan pekerjaan. “Dan tentunya, tidak menghargai para inventor,” ucapnya.

Adapun Andri menjelaskan penyebab pencabutan rekordasi atau perekaman. “Yang paling penting adalah ketika pemilik merek itu, notifikasi yang kami lakukan penegahan tidak dijawab selama 3 kali, intinya kami akan mencabut rekordasi,” ujarnya.

Sedangkan Kurniaman menjelaskan, merek yang dilindungi adalah yang tertera dalam setifikat. Adapun slogan tidak termasuk itu. “Bahwa misalnya [slogan] banyak minum air putuh baik untuk kesehtan, itu bukan merek,” katanya.

Sebagai pembicara terakhir, Nadya di antaranya menjelaskan sejumlah ancaman pidana penjara hingga denda hingga Rp5 miliar jika melakukan berbagai pemalsuan, terutama yang mengakibatkan gangguan kesehatan, lingkungan hidup atau kematian manusia.

Ia juga mengimbau masyarakat mengubah pola pikir bangga menggunakan barang-barang bermerek palsu. “Mindset keliru bangga dengan KW dan produk-produk yang mirip dengan produk aslinya  padahal itu KW, itu pola pikir yang harus dibuang jauh-jauh,” tandasnya.

296