Jakarta, Gatra.com - Pemerintah dalam hal ini Kementerian Perhubungan (Kemenhub) akan menaikkan tarif ojek daring atau ojol hingga 30 persen pada akhir bulan Agustus.
Kenaikan tarif yang diatur melalui Keputusan Menteri (KM) Perhubungan Nomor KP 564 Tahun 2022 Tentang Pedoman Perhitungan Biaya Jasa Penggunaan Sepeda Motor yang Digunakan untuk Kepentingan Masyarakat yang Dilakukan dengan Aplikasi, yang terbit pada 4 Agustus lalu, dinilai kontraproduktif.
Ekonom Indef Nailul Huda menilai, rencana kenaikan tarif ojol yang akan dilakukan diberlakukan pemerintah pada akhir bulan ini, terkesan tidak melihat dari berbagai sisi, terutama dari aspek konsumen.
Nailul mengatakan, bentuk industri dari transportasi online, termasuk ojek online, adalah multisided-market di mana ada banyak jenis konsumen yang "dilayani” oleh sebuah platform. Bukan hanya dari sisi mitra driver saja, namun juga dari sisi konsumen akhir/penumpang dan pelaku UMKM (mitra penjual makanan-minuman).
"Perubahan cost dari sisi mitra driver akan mempengaruhi perubahan di sisi konsumen penumpang dan pelaku UMKM. Dari sisi konsumen penumpang sudah pasti ada penurunan permintaan, sesuai hukum ekonomi,” kata Nailul Huda seperti dikutip Rabu (24/8).
Menurutnya, jika permintaan industri bersifat elastis, sudah pasti mitra driver yang akan rugi karena secara total pendapatan akan menurun. “Maka hal ini kontradiktif dengan kesejahteraan mitra driver yang ingin dicapai dengan adanya perubahan ini," tambahnya.
Hal negatif lain, yang akan terdampak imbas kenaikan tarif ojol yang tinggi, yaitu ada perpindahan transportasi masyarakat di mana sebagian akan pindah ke transportasi umum dan sebagian akan menggunakan kendaraan pribadi.
Nailul menuturkan, perpindahan ke transportasi umum bisa dibilang akan meningkatkan biaya transportasi masyarakat di mana perjalanan masyarakat akan semakin panjang dan sebagian besar belum terintegrasi moda transportasi umum di kota-kota Indonesia.
"Ada biaya transportasi yang kemungkinan meningkat dan bisa menyebabkan inflasi secara umum. Inflasi transportasi per Juli 2022 cukup tinggi di mana secara YoY di level 6.65 persen, tertinggi kedua setelah makanan, minuman, dan tembakau. Jika menggunakan kendaraan pribadi akan menambah kemacetan dan kerugian ekonomi akan bertambah," tegas Nailul.
Dari sisi lain, disampaikan Nailul, pelaku UMKM mitra layanan pesan antar makanan juga akan terdampak karena permintaan akan berkurang. Konsumen belum tentu berkenan untuk naik kendaraan pribadi ke tempat makan jika jaraknya jauh.
Konsumen akan mempertimbangkan untuk membeli makanan dan minuman yang lebih dekat secara jarak. Atau mereka enggan mengantri yang juga akan menurunkan permintaan dari produk pelaku UMKM mitra layanan pesan antar makanan.
"Jadi saya rasa pemerintah perlu mempertimbangkan kebijakan kenaikan tarif ojek online ini dan melihat seberapa besar elastisitas dari produk atau layanan," tandas Nailul.
Sementara itu, pengurus harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Agus Suyanto menilai, regulasi yang diterbitkan ini menjadi tidak fair bagi public transport yang lain.
"Bahkan memunculkan pertanyaan, ada apa dengan Kemenhub sehingga mudah membuat regulasi anyar terkait pentarifan ojol, sedangkan untuk publik transport lain yang notebene sudah lama, tarif tidak dievaluasi," ujar Agus.
Menurut Agus, keputusan kenaikan itu juga terkesan tidak memberi ruang kepada konsumen. Ia membandingkan, dengan public transport lain yang peran penentuan tarif lebih besar ada di tangan pemerintah dengan masukan dari berbagai pihak, termasuk konsumen.
Di sisi lain dalam kondisi saat ini, kenaikan tarif ojol jika tidak mempertimbangkan daya beli konsumen akan kontraproduktif bagi konsumen dan terutama para driver ojol itu sendiri.
"Ini berpotensi mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap ketergantungan ojol," ujarnya.
Jika kebijakan menaikkan batas tarif dengan alasan menambah pendapatan bagi driver, hal ini perlu dijelaskan lebih lanjut.
Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio menilai, menaikkan tarif ojol di tengah kondisi masyarakat yang sedang susah sekarang, juga tidak tepat.
Kebijakan yang dikeluarkan oleh Kemenhub itu harus benar-benar dikaji. Bila kenaikan terif tetap dilakukan, kata dia, maka banyak yang dirugikan.
Kenaikan tarif yang akan dilakukan Kemenhub, sambung Agus, sebaiknya tidak dilaksanakan. Karena, ojol ini bukan sarana transportasi umum, yang dilindungi oleh Undang-Undang.
"Sebaiknya aturan ini dievaluasi atau dibatalkan saja," katanya.