Pekanbaru, Gatra.com - Dua hari lagi, mimpi yang pernah dilontarkan Ma’ruf Amin dua tahun lalu itu, bakal dia tengok langsung di kawasan Kulim Pekanbaru, Riau.
Tak kurang dari 100 ribu batang bibit kelapa sawit yang menghampar hijau di komplek Pondok Pesantren Teknologi Riau yang ada di kawasan Kulim tadi, menjadi satu dari sederet wujud mimpi itu. Sekitar 30 ribu batang malah sudah siap salur.
Meski sudah punya bibit sehamparan luas, 100 orang santri yang sengaja datang dari berbagai pelosok yang ada di Riau, masih akan menemani lelaki 79 tahun ini menanam kecambah kelapa sawit lagi untuk menjadi bibit siap salur kelak. Lho…?
Di sinilah jelinya Ma’ruf mendorong program yang dia sebut santriprenuer berbasis sawit itu. Sebab di Riau saja, ada sekitar 4,172 juta hektar kebun kelapa sawit dari 16,38 juta hektar total kebun kelapa sawit di Indonesia.
Ketua Umum DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), Gulat Medali Emas Manurung kemudian cerita bahwa dari 4,172 juta hektar itu, ada sekitar 780 ribu hektar sudah masuk fase peremajaan.
“Kalau tahun ini saja Riau dapat bantuan duit peremajaan dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) untuk seluas 11.400 hektar melalui program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR), berarti butuh bibit sawit hybrid hampir 2 juta batang,” lelaki 49 tahun ini merinci saat berbincang dengan Gatra.com tadi malam.
Angka tadi kata doktor lingkungan Universitas Riau ini belum termasuk peremajaan sawit yang dilakukan sendiri oleh petani dan korporasi. “Tahun ini diperkirakan mencapai 26 ribu hektar. Untuk lahan seluas ini, bibit yang dibutuhkan mencapai 4,1 juta batang. Kalau ditotal dengan kebutuhan bibit untuk PSR tadi, maka bibit yang dibutuhkan sudah hampir 6 juta batang! Dahsyat bukan?”mata ayah dua anak ini sedikit mendelik.
Pertanyaan yang kemudian muncul, sanggupkah penangkar di Riau memenuhi kebutuhan ini? “Dalam catatan kami di tahun lalu, kemampuan penangkar resmi untuk memenuhi kebutuhan bibit tahun ini cuma 1,2 juta batang. Sisanya musti dipasok dari luar atau malah dibeli dari penangkar tak resmi,” katanya.
Bagi auditor Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) ini, membeli bibit dari luar Riau bukan solusi. Sebab ongkos kirim saja sudah akan membikin bengkak pengeluaran. Apatah lagi kalau beli bibit dari penangkar tak resmi, akan rentan dengan bibit palsu.
"Ingat, bibit palsu cuma bisa menghasilkan 40-60 persen Tandan Buah Segar (TBS) dari produksi normal. Produksi normal per hektar itu kan 2,5 ton-3,5 ton," Gulat mengurai.
Mengantisipasi kekurangan pasokan bibit dan bibit palsu itulah kata Gulat makanya santriprenuer ini digeber. “Pak Wapres benar-benar jeli menengok peluang ini dan santri menjadi pilihan beliau. Mantap!. Sebab untuk menjadi penangkar memang tidak musti punya skill khusus, yang penting ada pendampingan. Di sinilah Apkasindo mengambil peran. Kami dampingi para santri ini hingga seperti sekarang,” katanya.
Kemarin, Gubernur Riau, Syamsuar bersama Gulat datang meninjau lokasi yang akan didatangi Ma'ruf kelak. Segala apa yang perlu untuk acara nanti, sudah diberesi.
Syamsuar pun sumringah saat berbincang dengan Gulat dan Sekjen DPP Apkasindo, Rino Afrino di antara rerimbun bibit-bibit kelapa sawit itu.
Abdul Aziz