Sukoharjo, Gatra.com- Gerakan membeli beras untuk kalangan aparatur sipil negara (ASN) yang digulirkan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sukoharjo dipertanyakan. Temuan tersebut didapat dari ASN di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten, yang mana mendapatkan surat edaran imbauan untuk membeli beras
Dugaan potensi monopoli dagang tersebut mendapat sorotan dari Ketua LSM Lembaga Penyelamat Aset dan Anggaran Belanja Negara Republik Indonesia (LAPAAN RI) Jawa Tengah, Kusumo Putro. Dalam surat edaran tersebut, gaji ASN akan dipotong per tanggal satu setiap bulannya terkait pembelian beras itu.
"ASN akan dipotong gaji setiap tanggal 1, harga beras pun sudah ditentukan. Setiap kilogramnya dihitung dengan harga Rp11.000/kilogram untuk beras premium. ASN juga tidak diperbolehkan memilih jenis beras," katanya, Senin (22/8/2022).
Menurutnya, gerakan membeli beras untuk kalangan ASN tersebut merupakan tindak pidana penyalahgunaan kewenangan. Selain itu dia menilai terdapat monopoli dagang dan arogansi yang dilakukan Pemkab Sukoharjo. Sebab kebijakan tersebut tidak ada payung hukumnya.
"Tanggal 19 hari Jumat Dinas Pendidikan mengumpulkan TU bagian bendahara gaji di Aula Dinas Pendidikan, dan undangan tersebut hanya melalui pesan WhatsApp, tidak ada undangan tertulis. Selesai pertemuan TU, TU-TU ini dititipi undangan untuk diberikan ke kepala sekolah, kan aneh, seharusnya yang diundang kepala sekolah," jelasnya.
Dia tidak mengetahui apakah pemaksaan tersebut terjadi di ASN di dinas yang lain atau tidak. Mengingat dia hanya mendapat temuan tersebut dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Sukoharjo.
Namun hal ini cenderung memberatkan bagi ASN golongan rendah. Bahkan berpotensi mematikan sumber pendapatan pedagang kecil. Mengingat beberapa pedagang kecil atau warung kelontong tak lagi bisa menjadi jujukan pembelian beras para ASN.
"Ini sebuah tindakan yang menurut saya tidak etis dan menciderai dunia pendidikan. Karena lembaga pendidikan, tugas mereka adalah mendidik, mencerdaskan anak bangsa, bukan berjualan beras. Itu memang bukan tugasnya," terangnya.
Dia pun meminta, kebijakan tersebut dihentikan atau tidak dilaksanakan. Sebab apabila berjalan, maka supremasi hukum sama sekali tidak pernah ada harganya dimata pemerintah daerah.
"Apabila ini tidak dihentikan maka akan menjadi contoh kepala daerah di seluruh Indonesia untuk melakukan hal sama," katanya.
Dia juga menyoroti perihal penunjukan salah satu CV yang terlihat seperti monopoli dagang. Karena menurutnya amanat undang-undang mengatakan pemerintah tidak boleh berbisnis dengan rakyatnya. Sementara hal tersebut kata dia merupakan bisnis kepada semua tenaga guru.
"Saya meminta kepada siapapun yang terlibat di sini jika tetap dilaksanakan maka kami akan melaporkan untuk dilakukan pengusutan. Terkesan ada monopoli karena menunjuk salah satu CV," tandasnya.