Home Hiburan Ini Beberapa Film untuk Temani Akhir Pekan Suasana Kemerdekaan

Ini Beberapa Film untuk Temani Akhir Pekan Suasana Kemerdekaan

Jakarta, gatra.com – Memasuki akhir pekan (weekend) ini, menonton film menjadi kegiatan yang bisa dilakukan untuk mengisi waktu luang. Dalam suasana kemerdekaan ke-77 Indonesia, beberapa film ini menggambarkan tokoh dan penggambaran Indonesia di masa lampau. Peristiwa yang erat berkaitan dengan situasi politik era kemeredekaan, dapat dijadikan hiburan sekaligus pembelajaran bagi diri masing-masing.

1. Bumi Manusia

Film garapan Hanung Bramantyo ini berdurasi hampir 3 jam. Kisahnya diangkat dari novel dengan judul yang sama karya Pramoedya Ananta Toer. Dengan menggambarkan latar sebelum kemerdekaan, penggambaran suasana di masa itu bisa terlihat dengan jelas.

Film ini berkisah tentang Minke, seorang pemuda pribumi yang jatuh hati pada Annelise, seorang keturunan Belanda. Pada masa itu, kelas pribumi berada jauh dari kelas orang belanda maupun blasteran sehingga banyak penolakan yang terjadi. Sosok Nyai sebagai 'ibu' dari Annelise, memiliki pandangan yang lebih rendah dari masyarakat karena dianggap tidak pantas bersanding dengan orang Belanda asli. Meskipun mengisahkan romansa, unsur politik dan kebudayaan tidak lepas dari film ini.

2. Kadet 1947

Berlatar peristiwa Argeris Militer Belanda I setelah Perjanjian Linggarjati, film ini mengisahkan tentang sekelompok kadet dari sekolah penerbang Angkatan Udara di Maguwo yang bernama Sigit (Bisma Karisma), Mul (Kevin Julio), Har (Omara Esteghlal), dan Adji (Marthino Lio) berambisi untuk ikut serta mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari Belanda pada tahun 1947. Meskipun menerima penolakan dari pihak sekolah karena masih berstatus sebagai pelajar, mereka tetap berusaha dan meminta bantuan sersan udara Tardjo (Wafda Saifan), serta penembak udara Dul (Chicco Kurniawan) dan Kapoet (Fajar Nugra). Film garapan Rahabi Mandra ini sempat tertunda perilisannya karena pandemi namun akhirnya berhasil tayang pada 2021 lalu.

3. Surat Dari Praha

Meskipun tidak secara langsung menggambarkan situasi masa sebelum kemerdekaan, Surat dari Praha menawarkan kisah mantan pelajar yang terjebak di luar negeri tanpa bisa kembali ke Tanah Air akibat perubahan situasi politik. Hal ini bukan hanya memengaruhinya, namun juga orang di sekitarnya.

Larasati (Julie Estelle) terpaksa memenuhi wasiat ibunya, Sulastri (Widyawati), untuk mengantarkan sebuah kotak dan sepucuk surat untuk Jaya (Tio Pakusadewo) di Praha demi bisa mendapatkan sebuah warisan. Hubungan yang tidak akrab dengan ibunya membuat Larasati enggan menuruti permintaan ibunya. Namun, setelah bertemu Jaya, mantan tunangan ibunya yang gagal memenuhi janji untuk kembali puluhan tahun silam akibat perubahan situasi politik, Larasati jadi memahami apa yang sebenarnya terjadi.

4. Gie

Menceritakan sosok asli seorang aktivis, Gie merupakan film biografi Indonesia tahun 2005 yang disutradarai oleh Riri Riza berdasarkan Catatan Seorang Demonstran karya Soe Hok Gie. Kisah perlawanan terhadap ketidakadilan pemerintah digambarkan dengan baik oleh Nicholas Saputra sebagai tokoh utama. Pada Festival Film Indonesia tahun 2005, Gie mendapat penghargaan sebagai kategori Film Terbaik, Sutradara Terbaik (Riri Riza), dan Aktor Terbaik (Nicholas Saputra).

5. Sang Penari

Sang Penari mengisahkan sebuah cerita cinta tragis antara seorang pemuda desa dengan seorang penari ronggeng pada 1960-an yang penuh gejolak politik. Film ini diadaptasi dari novel trilogi tahun 1982 Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari. Desa tersebut digambarkan kelaparan, penuh dengan kemiskinan, dan tidak memiliki gairah hidup. Srintil (Prisia Nasution) merasa bahwa dengan menjadi penari Ronggeng, maka kehidupan di desanya akan lebih baik. Ia yang tadinya mendapat dukungan dari Rasus (Oka Antara), akhirnya ditinggalkan oleh teman kecilnya yang juga menyukainya akibat yang rasa kecewa melihat Srintil harus melayani banyak hal sebagai penari ronggeng.

Ketika Srintil berhasil menjadi penari, di saat yang bersamaan muncul seorang aktivis dan anggota Partai Komunis Indonesia, Bakar (Lukman Sardi) di desanya. Ia meyakinkan petani Dukuh Paruk untuk bergabung dengan partai komunis, untuk menyelamatkan wong cilik (kelas bawah) Dukuh Paruk dari kelaparan, kemiskinan, dan penindasan para tuan tanah yang serakah. Besarnya tari ronggeng dan hubungannya dengan perkembangan politik membuat para warga desa terlibat pembantaian.

Semua film tersebut sudah tersedia di layanan streaming Netflix. Melihat kembali gambaran perjuangan kemerdekaan, termasuk bagaimana situasi yang ditayangkan sangat berkaitan dengan persitiwa politik, bisa menumbuhkan kepahaman atas pentingnya menjaga kedamaian demi kehidupan yang lebih baik.

132