Oxford, Gatra.com – Sebuah studi menemukan bahwa pengaruh penderita Covid-19 membawa dampak berbahaya bagi otak manusia bertahun-tahun setelah infeksinya. Menurut studi tersebut, para penyintas Covid-19 memiliki risiko lebih tinggi mengalami gangguan psikotik, demensia, dan kondisi serupa selama setidaknya dua tahun pasca infeksi.
Sementara itu, sejumlah peneliti dari Universitas Oxford menemukan bahwa gangguan kecemasan dan depresi justru lebih sering terjadi dibanding infeksi pernapasan. Tercatat, risiko tersebut biasanya mereda dalam waktu dua bulan.
Sebaliknya, menurut sebuah penelitian yang diterbitkan di jurnal Lancet Psychiatry, sejumlah penyakit seperti defisit kognitif, epilepsi, kejang, serta gangguan kesehatan mental dan otak jangka panjang lainnya tetap meningkat 24 bulan kemudian.
Hasil temuan yang diteliti berdasarkan catatan lebih dari 1,25 juta pasien itu menambah bukti bahwa potensi virus Covid-19 dapat menyebabkan kerusakan besar pada sistem saraf pusat. Fakta tersebut juga akan memperburuk beban global demensia, yang bahkan telah menelan biaya sekitar US$1,3 triliun sejak awal pandemi Covid-19.
“Hasilnya memiliki implikasi penting bagi pasien dan layanan kesehatan karena menunjukkan kasus baru kondisi neurologis yang terkait dengan infeksi Covid-19 kemungkinan akan terjadi untuk waktu yang cukup lama setelah pandemi mereda,” ujar seorang profesor psikiatri dan ahli psikiatri Paul Harrison dalam sebuah pernyataan, dikutip Bloomberg, Kamis (18/8).
Ditemukan juga bahwa diagnosis kemungkinan terjadinya gangguan neurologis dan psikiatris pasca Covid-19 pada anak-anak cenderung lebih rendah dibanding pada orang dewasa. Tidak seperti orang dewasa, anak-anak tidak mengalami peningkatan risiko gangguan mood atau kecemasan. Terlebih, defisit kognitif apa pun yang mereka alami cenderung bersifat sementara.
“Ini adalah kabar baik bahwa risiko yang lebih tinggi dari diagnosis depresi dan kecemasan setelah Covid relatif berumur pendek dan tidak ada peningkatan risiko diagnosis ini pada anak-anak,” ujar Max Taquet, salah satu peneliti dalam studi tersebut.
Kendati, Taquet menegaskan bahwa sejumlah kondisi seperti demensia dan kejang menjadi lebih sering didiagnosis pasca Covid-19, bahkan setelah dua tahun. Fakta bahwa risikonya tetap tinggi untuk waktu yang lama menunjukkan bahwa mekanisme yang mendasarinya telah bertahan jauh lebih kuat dibanding infeksi akut.
Untuk diketahui, beberapa penyebab potensial dari risiko tersebut juga mencakupi kerusakan sel-sel pelapi pembuluh darah, pembekuan darah, dan kebocoran penghalang darah-otak.