Jakarta, Gatra.com – Pembacaan Rancangan Anggaran Belanja Negara (RAPBN) 2023 dilakukan oleh Presiden Joko WIdodo di Jakarta, Selasa (16/8) tadi. Dalam pidatonya, disebutkan bahwa salah satu agenda di tahun depan adalah hilirisasi dan industrialisasi Sumber Daya Alam (SDA). Selain itu, pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) juga menjadi salah satu fokus di tahun depan.
Peneliti Center of Industry, Trade, and Invesment dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Ahmad Heri Firdaus menjelaskan bahwa perumusan RAPBN tersebut harus dilakukan untuk mewujudkan agenda besar Indonesia secara efektif. Hilirasi dan industrialisasi dianggap mampu membawa Indonesia mengalami pertumbuhhan ekonomi yang positif bila direalisasikan dengan baik.
Hilirisasi sendiri bisa diartikan sebagai prosespenciptaan nilai tambah. Suatu proses pengolahan dari barang tidak bernilai menjadi barang yang memiliki nilai tambah lebih. Nilai tambah tersebut merupakan komponen untuk menghitung pertumbuhan ekonomi. Semakin banyak nilai tambah yang diberikan, maka pertumbuhan ekonomi akan semakin besar. Melalui instrument kebijakan fiscal, pemerintah bisa berkontribusi dalam pembelanjaan yang berkaitan dengan indicator pencapaian target ekonomi.
“Pertumbuhan ekonomi di Indonesia sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan industry. Mesin dari pertumbuhan industry, salah satunya mengandalkan investasi. Investasi datang, sehingga bisa menghasilkan kegiatan hilirisasi,” jelasnya pada diskusi publik bertajuk 'Arah Kebijakan Anggaran dan Ekonomi di Tahun Politik' yang diselenggarakan INDEF secara daring, Selasa (16/8/2022).
Namun, data menunjukkan bahwa investasi yang masuk belum sejalan dengan arah pertumbuhan industri. Pertumbuhan industri digambarkan relatif stagnan di kisaran 4%, di bawah pertumbuhan ekonomi di kisaran 5%. Padahal, banyaknya investasi yang masuk ini kerap digaungkan dan dibiciarakan dimana-mana. Hal ini perlu iperhatikan bahwa investasi yang masuk harus diarahkan ke bidang industry yang berpotensi membawa hilirisasi sehingga grafik pertumbuhan industry ikut meningkat.
Banyaknya investasi yang masuk juga tidak mampu menyerap tenaga kerja dengan baik. Hasil penelitian INDEF menunjukkan bahwa peningkatan investasi setiap tahun tidak membuat penyerapan tenaga kerja meningkat. Pada tahun depan, diharapkan pemasukan investasi ini bisa diarahkan ke sektor padat karya.
Dalam mewujudkan hilirisasi, terdapat hambatan yang terjadi. Heri menjelaskan bahwa diperlukan pemetaan permasalahan structural yang dihadapi industri agar hilirisasi bisa terlaksana.
“Pertama, terkait biaya bahan baku. Kemudian masalah banyaknya ketergantungan atas bahan baku. Jika harga bahan baku meningkat, maka harga produk juga akan meningkat yang akan menyebabkan inflasi sehingga masyarakat menurun daya belinya,” ujarnya.
Strategi mewujudkan hilirisasi dimulai dari hulu dengan meningkatkan produktivitas dalam negeri. Setelah itu, peningkatan penggunaan produk dalam negeri juga disarankan.
“Bayangkan kalau belanja barang di APBN itu digunakan untuk membeli produk dalam negeri. Katakanlah untuk belanja alat-alat perkantoran, belanja mobil dinas, furniture untuk keperluan kantor. Tentu manfaatnya sangat besar dan multiplier effect-nya sangat tinggi,” paparnya.
Selain itu, belanja APBN pada tahun depan yang difokuskan pada pembangunan IKN juga dianggap belum memiliki urgensi. Selain karena situasi global yang belum stabil dan adanya penguluaran untuk tahun politik, kemungkinan penganggaran untuk IKN memerlukan kajian lebih lanjut. Heri juga menjelaskan bahwa hasil penelitian INDEF menunjukkan bahwa pembangunan IKN hanya membawa dampak ekonomi yang sangat kecil. Heri menambahkan, INDEF merekomendasikan jika pembangunan IKN tetap harus dilanjutkan, maka harus memperhatikan cost-benefit, serta menyerap tenaga kerja sebanyak-banyaknya di lokasi pembangunan.