Jakarta, Gatra.com – Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/ Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Hadi Tjahjanto berjanji akan menyelesaikan 9 kasus tanah warga yang menjadi korban mafia tanah. Salah satunya kasus tanah Warnasari, Cilegon, yang “diklaim” sebuah perusahaan besar disana.
“Sesuai perintah Bapak Presiden, semua kasus tanah yang ada harus diselesaikan,” ujar Hadi dalam sambutannya saat udiensi dengan pengurus Yayasan Pengawal Etika Nusantara (Yapena) di ruang rapat Kementrian ATR/BPN di Jalan Sisingamangaraja, Jakarta Selatan.
Meskipun demikian, Hadi meminta agar para korban bisa bersabar untuk menunggu penyelesaian kasus tanah mereka. “Hasilnya memang perlu waktu,” ujarnya yang didampingi Irjen ATR/BPN beserta jajarannya.
Hadi juga mengaku mendukung penuh upaya penyelesaian kasus sengketa tanah di luar pengadilan. Selain lebih cepat, penyelesaian kasus seperti ini juga tidak memakan biaya banyak.
“Ternyata penyelesaian kasus sengketa tanah di luar pengadilan menjadi pilihan yang lebih baik, karena penyelesaian kasus dengan cara ini lebih cepat dibandingkan dengan penyelesaian kasus melalui pengadilan, dan biayanya juga lebih murah,” ujar Hadi.
Hadi tidak menampik adanya “mafia” yang sering bermain dalam penyelesaian kasus sengketa tanah. Karena itu, ia berharap agar para korban tidak diam dan melaporkan permasalahan yang mereka alami dalam penyelesaian kasus sengketa tanah. “Berarti di belakang ‘mafia’ ada macan lebih gede,” ujarnya menanggapi keluhan para korban mafia tanah yang juga ikut beraudiensi.
Dalam kesempatan itu, Hadi juga mengungkapkan apresiasinya kepada para pengurus Yayasan Pengawal Etika Nusantara (Yapena) yang telah memperjuangkan nasib para korban mafia tanah dengan cara membuat seminar tentang penyelesaian kasus sengketa tanah di luar pengadilan. “Mudah-mudahan melalui Yapena banyak permasalahan tanah di Indonesia yang bisa diselesaikan.” jelasnya.
Hadi juga berharap pertemuan dengan para pengurus Yapena tersebut bisa bermanfaat bagi masyarakat. “Mudah-mudahan dalam pertemuan ini kita bisa membuat satu kesimpulan dan bermanfaat bagi rakyat.”
Inspektur Jenderal (Irjen) Kementrian ATR/BPN Sunrizal menambahkan jika penyelesaian berbagai kasus tanah yang ada tidak mudah untuk diselesaikan. “Tapi kita coba untuk menyelesaikan,” ujarnya.
Sementara Ketua Yapena Ahmed Kurnia mengaku sebagai eks jurnalis ingin membuat hal yang bermanfaat bagi masyarakat, salah satunya dengan membantu para korban mafia tanah “Ini merupakan masalah besar tapi memang harus ada ujungnya untuk penyelesaian kasus mafia tanah ini.”
Langkah konkrit yang telah dilakukan Yapena baru-baru ini telah membuat Seminar Penyelesaian Kasus Sengketa Tanah di Luar Pengadilan yang berlangsung di Kota Serang, Banten, pertengahan Juli 2022 lalu.
Seminar tersebut ternyata mendapatkan perhatian besar terutama dari para korban kasus mafia tanah di berbagai daerah. “Saya lihat di lapangan masyarakat banyak yang meluapkan permasalahan," katanya.
Selain seminar, Yapena juga memberikan ruang konsultasi dan advokasi kepada para korban mafia tanah. “Jadi selain membuat seminar, kita juga memberikan konsultasi dan advokasi kepada para korban mafia tanah,” ungkapnya.
Bustomi, warga Kecamatan Warnasari, Kota Cilegon, Banten, yang tanahnya bersama puluhan warga lain “dicaplok” sebuah perusahaan mengaku sangat bersyukur dan berterimakasih atas adanya pertemuan tersebut. “Tadi kami bisa menjelaskan langsung permasalahan kami ke Bapak Mentri, dan Bapak Menteri berjanji akan segera memprosesnya.”
Annie Sri Cahyani, yang tanahnya di Tangeran Selatan, Banten, juga “dirampas” dengan kemunculan surat siluman dari “oknum BPN”, berharap pertemuan tersebut bisa memberi penyelesaian pada kasusnya. “Saya sangat berharap sekali,” ujarnya.
Hal senada juga diungkapkan Mochtar Tompo dari Makasar, Sulawesi Selatan. Ia mengaku menjadi korban “mal administrasi” dari BPN dan pemerintah daerah setempat.
"Kasus kami sangat miris karena lawannya BPN, kami menang terus hingga sampai ke Kejaksaan Agung. Tujuh putusan kami punya tapi kasus ini belum selesai juga.” katanya.