Jakarta, Gatra.com- Pengamat Kebijakan Publik, Bambang Haryo memberikan tanggapan dan pandangannya terkait dengan subsidi harga Bahan Bakar Minyak (BBM) petrol 95 (oktan 95) yang ada di Malaysia dan subsidi harga BBM pertalite oktan 90 yang ada di Indonesia.
Menurut dia, tidak benar jika harga pertalite di Indonesia harus lebih mahal dari petrol 95, produk dari Petronas Malaysia. "Saya melakukan cek langsung ke Malaysia. Ternyata harga petrol 95 yang oktannya setara dengan pertamax plus sebesar 2,05 ringgit," katanya dalam keterangan persnya, Jumat (12/8).
Bambang menyebut, dengan kurs ringgit 3.339 atau setara dengan Rp6.844 lalu subsidi dari petrol 95 di Malaysia sebesar 0,45 ringgit atau setara dengan Rp1.502, sehingga harga tanpa subsidi di Malaysia sebesar 2,5 ringgit atau setara dengan Rp8.347 rupiah.
Anggota DPR-RI periode tahun 2014-2019 itu menambahkan, harga pertalite yang dikatakan Pertamina per Juli 2022 bila tanpa subsidi adalah sebesar Rp17.200/liter. Agar masyarakat bisa membeli dengan harga sebesar Rp7.650 rupiah/liter, Pertamina mendapatkan subsidi dari pemerintah untuk pertalite sebesar Rp9.550/liter.
Harga tersebut masih jauh lebih mahal dari harga petrol 95 di Malaysia. Dengan demikian, subsidi BBM di Malaysia jauh lebih kecil dibandingkan dengan subsidi BBM yang ada di Indonesia.
Demikian juga dengan pertalite yang hanya memiliki oktan 90 berbanding dengan petrol 95 yang memiliki oktan 95, sehingga perbedaan petrol 95 dengan pertalite mencapai 5 oktan. Padahal penurunan per 1 oktan rupiahnya sangat besar.
Misalnya di Malaysia, petrol 97 yang mempunyai oktan 97 harga tanpa subsidi sebesar 4,55 ringgit atau setara dengan Rp15.192 rupiah per liter. Sedangkan petrol 95 yang mempunyai oktan 95, harga tanpa subsidi adalah 2,5 ringgit atau setara dengan 8.347 rupiah, sehingga beda 2 oktan saja sebesar 2,05 ringgit atau setara dengan 6.844 rupiah.
"Jadi berapa tuh rupiahnya kalau perbedaannya mencapai 5 oktan? Tentu sangat besar. Sedangkan harga pertalite sendiri, untuk mendapatkan harga Rp7.650 rupiah/liter di masyarakat, subsidi dari pemerintah (Kementerian ESDM) adalah sebesar Rp9.550/liter," kata Ketua Harian Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Jawa Timur tersebut.
Lalu bila dengan harga yang sebenarnya sesuai dengan perhitungan yang ada di Malaysia dan mempertimbangkan subsidi dari uang rakyat tersebut, maka seharusnya rakyat membeli bahan bakar pertalite yang jauh lebih murah atau bahkan gratis.
Alumnus ITS Surabaya ini menjelaskan bahan bakar minyak merupakan komoditas yang sangat vital karena menguasai hajat hidup orang banyak. Sehingga sudah seharusnya Presiden bersama DPR ikut terlibat untuk memastikan agar harga BBM yang diterima masyarakat benar-benar tidak memberatkan.
Dia juga mengajak Komisi Persaingan Usaha dan Badan Perlindungan Konsumen serta Yayasan Lembaga Konsumen untuk berperan sesuai kewenanganya karena bila masalah harga BBM ini dibiarkan, dikuatirkan akan membawa dampak ekonomi yang demikian luas dan tentu mengikabatkan inflasi yang sangat tinggi.
"Diharapkan juga kepada Kementerian ESDM segera merevisi tarif BBM pertalite serta subsidinya yang dengan uang rakyat, disesuaikan dengan harga keekonomiannya yang sebenarnya, agar masyarakat tidak dirugikan secara terus menerus," ujarnya.