Jakarta. Gatra.com – Celoteh dan tawa bocah terdengar pada ba’da Isya di pekarangan Masjid Miftahul Jannah, Jalan Sandratex RT.06-RW.01, Rempoa, Ciputat Timur, Tangerang Selatan. Mereka berbaris lengkap dengan gaya busana muslim mutakhir. Tali rafia dibentangkan menjaga pinggiran barisan agar tetap rapi dan aman dari lalu lintas.
Suasana sedikit heboh, ketika obor sibuk dibagikan. Obor ini cukup unik, terbuat dari botol kecil berisi minyak lengkap dengan sumbunya dan dimasukkan ke dalam bambu yang dibelah ujungnya. Tangan-tangan mungil berusaha menggapai obor yang dibagikan, ternyata itu hanya untuk anak-anak cukup umur hingga dewasa. Toh keceriaan dan semangat tetap tampak karena mereka kebagian bendera merah-putih ukuran mini untuk dikibaskan.
Begitulah warga dan jamaah masjid Miftahul Jannah, menggelar acara Gebyar Muharam menyambut Tahun Baru Islam 1444 H. “Jumlah peserta sekitar 150 orang dari warga sekitar. Acaranya dari mulai pawai obor keliling kampung tapi tidak jauh, sampai ....pokoknya seru deh,” kata Suhery Wiguna, panitia perayaan acara Tahun Baru Islam, (29/07). Doa dan sepatah dua patah digelar, Ketua DKM Masjid Miftahul Jannah, Muhammad Rais, pun menyalakan kembang api sebagai tanda dimulainya pawai Gebyar Muharam.
Nah... kini giliran fotografer yang heboh. Sejak awal memang tampak beberapa pecinta fotografi berkeliaran, menyebar mencari posisi yang terbaik untuk mengabadikan acara. Sebagai pencinta fotografi mereka memang wajib berburu objek foto. Dalam acara pawai seperti ini terdapat berbagai kejadian, perilaku, sampai benda yang menarik untuk difoto. Selain detail, foto kegiatan yang mencangkup keseluruhan juga perlu diambil. Seorang fotografer handal selalu bersiap diri untuk mendapatkan hasil maksimal dan terencana. Misalnya tanyakan secara detail susunan acara maupun jalur pawai kepada panitia.
Bersiap dengan ide kreatif
Beberapa menit kemudian, rombongan pawai obor melangkahkan kaki keliling kampung, mulai dari jalan raya hingga gang kampung. Cukup seru juga, karena tak sekedar jeprat jepret, tetapi juga harus mempertimbangkan kadar minim pencahayaan. Fotografer juga harus cepat bertindak sekaligus kreatif untuk mendapatkan foto dengan kesan dramatis. Untuk itu, peralatan yang ada harus cukup memadai: membutuhkan kamera dengan ISO tinggi, di atas 1600, dan lensa dengan diafragma bukan lebar, seperti f/2,8 hingga f/1,2.
Tetapi bagi pengguna kamera dan lensa dengan kemampuan terbatas, ada cara untuk menyiasatinya. Memang agak repot sedikit, misalnya kumpulkan dan atur posisi para pembawa obor supaya mendapatkan cahaya api obor lebih banyak alias lebih terang.
Minta mereka berhenti sejenak, agar foto tidak goyang saat memotret dengan shutter speed kecepatan rendah seperti 1/60 hingga 1/20. Tempatkan diafragma paling lebar, dan tentunya dengan ISO 1600, syukur-syukur bisa di atasnya. Perlu diingat, beberapa jenis kamera beresiko menghasilkan foto berbintik atau noise saat menggunakan ISO tinggi.
Tak hanya peralatan kamera, fotografer juga harus jeli dan waspada terhadap suasana yang ada. Jika ada pawai, tentu saja ada penontonnya, antusias menyambut pawai di sepanjang perjalanan. Mereka ini biasanya warga emak-emak yang sudah pasti di pinggir jalan, kadang-kadang ada yang sambil menggendong bayi. Suasana bakal bertambah ramai jika pawai melintas di jalan raya. Beberapa pengendara atau penumpangnya menikmati sambil mengabadikan pawai obor dan kibaran bendera-bendera mini merah-putih. Berbagai peristiwa ini juga dapat menjadi objek foto yang unik dan menarik.
Jangan lupa untuk bergerak mendahului pawai agar mendapatkan tempat yang bagus, maupun masuk di dalamnya. Perhatikan juga detail-detail di sekitarnya, agar foto lebih lengkap. Sopan santun pergerakan harus dijaga supaya tidak mengganggu kegiatan. Jangan lupa jaga keselamatan saat memotret di jalan raya, termasuk keamanan kamera dan barang bawaan dari si tangan panjang.
Bersiap dengan hal tak terduga
Pulang ke arah masjid, rombongan kembali masuk melalui jalan kecil atau gang. Tak sedikit pun ada wajah capai dari para bocah, mereka tetap riang sambil mengunyah nasi bakar lezat yang disediakan panitia. Beberapa botol mineral dibagikan. Peserta pawai dan warga sekitar diminta mundur sedikit dan membuat setengah lingkaran. Eh... tiba-tiba mendadak lampu dari masjid dimatikan, dari kegelapan tampak dua atau tiga orang kembali menyalakan obor.
Tidak berapa lama ......busssssh .....semburan api membumbung tinggi menerangi depan masjid. Atraksi sembur api sangat menarik untuk disaksikan, apalagi dipotret, walaupun membuat fotonya gampang-gampang susah. Terdapat dua konsep foto yang bisa dilakukan, yaitu fokus hanya pada satu titik si penyembur (detail), dan satu lagi, fokus tetap pada si penyembur dengan suasana di sekitarnya (entire).
Masing-masing pengaturan pencahayanya pun berbeda, dan semua secara manual. Untuk yang satu titik, dan agar bisa dapat menangkap detail bentuk semburan api, pengaturan cahaya harus di bawah (under exposure) normal, sekitar 3 stop ke bawah. Misalnya, bila pengaturan cahaya normal dengan ISO 1600, difragma f/3,5 dan shutter speed 1/200, maka diturunkan menjadi ISO 800, f/8 dan 1/400.
Perlu diingat, bahwa cahaya akan berubah menjadi terang sekali saat semburan api membumbung tinggi atau titik klimaks. Sedangkan untuk yang penyembur ditambah suasananya, pengaturan cukup diturunkan menjadi 2 hingga 3 stop. Contohnya, ISO 1600, diafragma f/3,5, dan shutter speed 1/200, diturunkan menjadi ISO 1000, f/4,5, dan 1/320. Pengaturan yang kedua memang dapat menangkap gambar si penyembur dan suasananya, tetapi akan mengorbankan detail apinya.
Bila ingin lebih pas, coba atur pencahayaan pada semburan pertama dan ke dua, karena setiap merek dan tipe kamera, termasuk lensa, mempunyai karakter masing-masing. Posisi memotret dan jarak juga berpengaruh dalam pengaturan cahaya. Jaga jarak demi keamanan, jangan sampai si fotografer difoto sama fotografer lainnya karena tidak sengaja main api juga.
Lampu kembali menyala, beberapa anak masuk ke dalam masjid. Area depan pintu masjid dibersihkan, dan panitia kembali sibuk mempersiapkan acara berikutnya. Seiring musik mulai mengalun, seorang pria memakai baju ala pitung melangkah gagah monda-mandir di arena yang bermotif zebra cross itu. Peragawan pertama yang muncul dalam fashion show busana muslim itu adalah Muhammad Rais, sang ketua DKM. "Kalau sejak dini sudah dibiasakan berbusana muslim, maka setelah dewasa kelak sang anak tidak akan mau mengumbar auratnya sembarangan," kata Rais yang disapa Pitung.
Menurutnya, masyarakat muslim memiliki kebanggaan terhadap busananya sendiri, identik dengan busana yang menutup aurat. Memotret peragaan busana tidak terlalu merepotkan, apalagi bila pencahayaan sudah cukup terang. Pilih diafragma bukaan lebar, supaya latar belakang menjadi blur dan fokus pada peraga busana di catwalk. Dan yang perlu diperhatikan adalah angle, komposisi, gaya, gestur, dan mimik wajah.
Aksi bapak-bapak mengawali acara tersebut, peragawan-peragawati cilik hingga remaja turut meramaikan peragaan busana ala Citayam Fashion Week itu. "Kegiatan seperti ini, esensinya sebagai bentuk latihan peningkatan kualitas pendidikan karakter di lingkungan sekolah, terutama anak didik yang ada. Jika dikenalkan semenjak dini, saya yakin mereka akan cinta untuk selalu berbusana muslim,” ujar ibu Hadedy, Kepala TPQ Masjid Miftahul Jannah.
Dapatkan Story Photo
Tampak seluruh santri menikmati seluruh rangkaian kegiatan dengan suka cita. Hadedy menambahkan, selain memperingati Tahun Baru Islam, kegiatan ini juga sebagai pembelajaran bagi anak didik untuk mengembangkan daya kreatifitas, pendidikan karakter, pola berpikir, keberanian dan imajinasi. Kembali ke berburu foto, bila seorang fotografer bisa mendapatkan jepretan menarik minimal 3 foto dalam rangkaian tersebut, berarti dia sudah siap memulai berkarya untuk membuat sebuah foto cerita atau lebih dikenal dengan story photo.
Seiring usainya acara peragaan busana, menandakan petualangan fotografi juga harus diakhiri. Untuk berburu foto atau hal lainnya, ternyata banyak hal yang menarik dan bermanfaat di sekitar kita.
Jongki Handianto