Jakarta, Gatra.com – Kuasa hukum tedakwa Direktur Operasional Ritel PT Askrindo, Anton Fadjar Alogo Siregar, Zecky Alatas, mengatakan bahwa kliennya tegas menolak memperpajang PT Solusi Prima sebagai agen Askrindo meski dijanjikan akan mendapat fee Rp500 juta per bulan jika memperpajang kerja sama perusahaan tersebut.
Zecky di Jakarta, Rabu (10/8), menyampaikan, sikap tegas Anton tersebut sebagaimana terungkap dalam persidangan perkara dugaan korupsi pengelolaan keuangan PT Askrindo Mitra Utama (AMU) Tahun Anggaran 2016–2020 di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (8/8).
Ia mengungkapak, sesuai fakta persidangan bahwa penjualan asuransi KPRS FLPP Askrindo melalui pola keagenan di PT AMU adalah inisiatif dari Firman, Saifie Zein, dan Dwi Agus. Mereka bersama sama meminta kepada Anton Siregar sebagai direktur operasional ritel untuk mengusulkan kepada Saifie Zein selalu direktur teknik yang memiliki kewenangan dalam menentukan dan memutuskan besar rate komisi agen.
“Pembagian komisi PT AMU dengan pola 3% keuntungan AMU, 3% kegiatan operasional wilayah dan cabang dan 4% alokasi kegiatan direksi Askrindo dari 10% komisi adalah inisiatif dari Firman Berahima memerintahkan kepada Wahyu Wisambada,” katanya.
Menurutnya, PT Solusi Prima sebagai agen di Askrindo patut diduga adalah terafiliasi dengan Firman Berahima. Ini sesuai dengan terbukanya fakta kesaksian dari beberapa saksi bahwa pemberian dana operasional ada yang diminta Firman tidak diberikan kepadanya tetapi agar diserahkan melalui Direktur PT Solusi Prima, Rio.
Zecky mengungkapkan, Firman secara khusus datang ke rumah Anton Siregar untuk memohon bantuan agar memperpanjang kerja sama PT Solusi Prima dengan Askrindo dengan janji akan memberikan fee Rp500 juta per bulan kepada Anton Siregar. “Anton Siregar tegas menolak,” katanya.
Ia melanjutkan, Wahyu Wisambada mengakui bahwa dana operasional yang telah diberikan kepada Anton Siregar telah dikembalikan seluruhnya pada tahun 2019 sebelum ada pemeriksaan audit internal, audit BPKP, dan laporan ke Kejaksaan.
“Wahyu juga memberikan kesaksian bahwa Anton Siregar banyak memberikan kemajuan dalam kinerja PT AMU dan memberikan perbaikan tata kelola di PT AMU,” katanya.
Zecky mengungkapkan bahwa Saifie Zein dan Firman Berahima melakukan inisiatif penggalangan dana untuk pengurusan dan penyelesaian kasus melalui Guntur sebagai rekan mereka.
Bukti bahwa Guntur rekanan mereka karena beberapa kali dilakukan pertemua dengan Guntur dan meminta para mantan direksi Askrindo dan mantan direksi PT AMU serta jajaran komisaris PT AMU untuk memberikan dana dengan jumlah yang telah ditentukan Saifie Zein.
“Dananya masing-masing sejumlah Rp1 miliar dari mantan direktur Askrindo dan Rp500 juta dari mantan direksi dan komisaris PT AMU,” katanya.
Zecky menyampaikan, dari kesaksian pada persidangan, Senin (8/8), itu telah terbukti bahwa dana biaya operasional yang diserahkan Wahyu kepada Firman Berahima telah dipergunakan oleh Dwi Agus sebesar US$ 175.000 dan Saifie Zein SGD 100.000.
Adapun pengembalian uang yang baru dapat dilakukan oleh Firman Berahima pada April 2021 kepada PT AMU, lanjut Zecky, adalah bersumber dari hasil pinjaman kepada direksi Askrindo lainnya, dalam hal ini sebesar Rp750 juta atau equivalent dengan US$52.500? adalah berupa pinjaman dari Anton Siregar.
Zecky memohon dan meminta secara khusus dalam persidangan kepada Majelis Hakim agar mencatat dan meminta dilakukan penyidikan kembali oleh Kejaksaan kepada Dwi Agus Sumarsono dan Saifie Zein karena terbukti dalam kesaksian para saksi terdakwa dan saksi fakta di persidangan memiliki peran penting dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi PT AMU dan menerima dan menggunakan dana biaya operasional PT AMU.
Zecky mengungkapkan, Anton Siregar dalam kesaksiannya, terbuka fakta baru bahwa ia telah memintai kepada Firman dan Wahyu agar memberikan kesaksian yang sebenarnya-benarnya kepada Majelis Hakim di persidangan agar masalah dan kasus PT AMU di hadapan majelis hakim menjadi jelas dan terang benderang apa yang sebenarnya terjadi.
“Namun yang terjadi bahwa Firman dan Wahyu Wisambada meminta kepada Anton Siregar agar tidak memberikan keterangan yang sebenarnya dan tidak memberikan keterangan yang dapat melebar kepada Dwi Agus Sumarsono dan M Saifie Zein dan hal ini ditolak oleh Anton Siregar,” katanya.
Selain itu, lanjut Zecky, fakta baru yang terungkap adalah Anton Siregar selama menjadi direktur operasional ritel PT Askrindo telah banyak mengeluarkan kebijakan untuk perbaikan tata kelola dan peningkatan bisnis PT Askrindo dan PT AMU namun banyak mendapat penolakan dan resistensi dari para Direksi Askrindo lainnya, yakni Dwi Agus Sumarsono, M Saifie Zein, dan Firman Berahima.
“Misalnya kebijakan penurunan rate komisi broker dan agen, kebijakan pemutusan kerja sama dengan mitra bisnis yang dinilai tidak baik dan pemutusan kerja sama dengan agen dan broker, dan masih banyak kebijakan lainya yang selalu mendapat pertentangan dan penolakan,” katanya.
Sebelumnya, JPU Kejari Jakpus mendakwa mantan Direktur Pemasaran PT Askrindo Mitra Utama (PT AMU), Wahyu Wisambada, dan Direktur Operasional Ritel PT Askrindo sekaligus Komisaris PT AMU, Anton Fadjar Alogo Siregar, melakukan tindak pidana korupsi ?pengelolaan keuangan PT AMU Tahun Anggaran 2016–2020.
Adapun inti surat dakwaan JPU Kejari Jakpus sebagaimana dilansir SIPP PN Jakpus bahwa Wahyu Wisambada bersama-sama Anton Fadjar Alogo Siregar selaku Direktur Operasional Ritel PT Askrindo periode Oktober 2017–Maret 2021, Direktur Sumber Daya Manusia dan Umum PT Askrindo periode tahun 2016–2020 Firman Berahima, Dirut PT AMU periode 2012 sampai dengan 2018 I Nyoman Sulendra, Direktur Utama PT AMU periode Juni 2019–April 2021 Frederick CV Tassyam, Dirut PT AMU periode Juni 2018–Desember 2018 Dwikora Harjo, telah merugikan keuangan negara, memperkaya diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum.
Atas perbuatan tersebut JPU Kejari Jakpus mendakwa Anton Fadjar Alogo Siregar dan Wahyu Wisambada melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.