Jakarta, Gatra.com – Proses hukum kasus penembakan Brigadir J di rumah dinas Irjen Pol. Ferdy Sambo beberapa waktu lalu terus berjalan. Bareskrim Polri telah melakukan autopsi ulang jasad Brigadir J dan menetapkan Bharada E sebagai tersangka.
Juru Bicara Tim Advokat Penegakan Hukum dan Keadilan (TAMPAK), Sandi Eben Ezer Situngkir, mengungkapkan, upaya pencarian kebenaran dan keadlan ats tewasnya Brigadir Yosua mengalami kemajuan. Pihaknya menilai prosesnya on the track.
“On the track itu kita lihat mulai dari pembentukan tim khusus [Timsus] yang dipimpin oleh Komjen Pol. Gatot Eddy, Wakapolri dengan diikuti oleh Pak Komjen lain,” kata Sandi.
Bersamaan dengan proses tersebut, lanjut dia, ada tiga personel Polri yang dinonaktifkan dari jabatanya karena peristiwa tersebut, antara lain Irjen Pol. Ferdy Sambo sebagai Kadiv Propam, Kombes Pol. Budi Herdi Susianto sebagai Kapolres Jakarta Selatan, dan Brigjen Benny Ali sebagai Karo Provos Div Propam Polri .
Menurtnya, setelah TKP rusak, autopsi ulang, penetapan tersangka Bharada E, dan pemeriksaan serangkaian barang bukti seperti kamera CCTV dan alat komunikasi melalui pemeriksaan digital forensik, membuka banyak fakta baru.
Baca Juga: Polri: Aksi Tembakan Bharada E Bukan Upaya Membela Diri
Terkait itu, sebanyak 25 anggota Polri diperiksa karena diduga telah melakukan pelanggaran Kode Etik Profesi yang menurut IPW, lanjut Sandi, itu atas tindak penyelidikan, yakni merusak tempat kejadian perkara, menghilangkan barang bukti, dan merekayasa informasi keterangan mengenai laporan pelecehan dan pengancaman.
“Rangkaian ini adalah satu proses yang on the track dan punya tren yang positif. Tindakan ini bukan semata-mata tindakan yang murni dari organisasi, karena proses ini mendapat perhatian yang besar dari segala kalangan. IPW lah yang memulai membongkar kasus ini pada 11 Juli untuk meminta pembentukan tim gabungan pencari fakta dan penonaktifan Ferdy Sambo dan seterusnya,” ujar Sandi.
Menurutnya, bukan hanya publik, Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun memberikan perhatian besar dalam pengungkapan kasus tersebut.
“Catatan saya, walaupun bahwa ini on the track tapi ini bukan semata-mata inisiatif murni dari institusi kepolisian, sehingga ini juga menjadi catatan ke masa depan karena tekanan publik atau perintah dari presiden mengungkapkan kebenaran dan keadilan, itu kemudian baru dibuka,” lanjutnya.
Sandi menegaskan bahwa komitmen-komitmen untuk penegakan keadilan tidak perlu dorongan masyarakat. Penerapan Pasal 338 juncto Pasal 55 serta 56 KUHP terhadap Bharada E mengindikasikan bahwa penyidik telah memiliki bukti-bukti awal tindak pidana yang dilakukan terkait kematian Brigadir Yosua (Brigadir J) tidak hanya dilakukan oleh satu orang.
Baca Juga: Bharada E Dijadikan Tersangka Pembunuhan Brigadir J!
Ia mengatakan, akan ada tersangka selain Bharada E, namun belum terungkap siapa orangnya. Menurut analisis IPW, antara lain tindakan perlindungan yang dilakukan dengan cara penghalangan penyidikan melalui perilaku tidak profesional atau unprofessional conduct.
Selanjutnya, Sandi membeberkan bahwa ada pula yang ditutupi oleh pihak tertentu dan orang yang dimaksud memiliki jabatan yang tinggi. Jika pelakunya level bawah seperti Bharada, Brigpol atau AKP, ini tidak perlu rekayasa yang sedemikian rupa.
Indikasi keterlibatan level tinggi itu, katanya, merupakan hasil dari serangkaian penyidikan Bareskrim yang kuat terkait dengan kamera CCTV, komunikasi, uji balistik, rekonstruksi, autopsi ulang, dan yang tidak pernah disebutkan adalah pistol Glock itu teregistrasi atas nama siapa.
Menurutnya, pemeriksaan Ferdy Sambo sebagai saksi apakah mempunyai indikasi keterlibatan atau tidak. Tentunya, jika ada indikasi Polri harus mengambil langkah tegas.
“Indikasi semakin kuat ketika Kapolri membuat suatu keputusan untuk mencopot saudara Irjen Ferdy Sambo bersama dengan beberapa petinggi dan juga bagian lainnya yang paling bawah,” kata Sandi.