Home Internasional Apa yang Mendorong Meningkatnya Perebutan Kekuasaan di Irak

Apa yang Mendorong Meningkatnya Perebutan Kekuasaan di Irak

Baghdad, Gatra.com - Perebutan kekuasaan di Irak antara ulama Syiah Irak Muqtada al-Sadr dan saingan Syiah yang didukung Iran, telah meningkat dengan para pendukungnya yang berhasil membobol parlemen dan memulai aksi protes duduk secara terbuka.

Reuters, Minggu (31/7) melaporkan, perselisihan tentang siapa yang akan membentuk pemerintahan berikutnya telah memperdalam celah dalam komunitas Syiah, yang telah mendominasi politik Irak sejak invasi pimpinan AS, ketika menggulingkan diktator Saddam Hussein pada tahun 2003.

Siapakah al-Sadr dan saingannya?

Pewaris dinasti ulama terkemuka, al-Sadr adalah seorang tokoh dengan basis dukungan yang sangat setia, dan rekam jejak tudingan aksi radikal, termasuk memerangi pasukan AS setelah invasi dan bentrok dengan pihak berwenang Irak.

Dia memimpin milisi yang kuat, Tentara Mehdi, pada tahun-tahun setelah invasi, namun secara resmi membubarkannya pada tahun 2008. Penggantinya, Brigade Perdamaian, mempertahankan ribuan pejuang bersenjata.

Dia menjalankan kekuasaan besar di negara bagian, para pendukungnya memegang banyak posisi. Dia telah menekankan kredensialnya sebagai seorang nasionalis Irak dalam beberapa tahun terakhir, dan menentang pengaruh Amerika Serikat dan Iran.

Saingan Syiah-nya juga membentuk aliansi yang disebut Kerangka Koordinasi, yang mencakup politisi yang bersekutu dengan Teheran, seperti mantan perdana menteri Nouri al-Maliki, dan kelompok paramiliter yang dipersenjatai dan dilatih oleh Iran.

Banyak dari hubungan kelompok-kelompok ini dengan Teheran berawal dari perang Iran-Irak, ketika Iran mendukung pemberontak melawan Saddam.

Masing-masing pihak saling menuduh korupsi.

Mengapa kebuntuan meningkat?
Ketegangan telah memburuk sejak pemilihan Oktober, di mana gerakan al-Sadr muncul sebagai blok terbesar dengan 74 dari 329 kursi parlemen dan bagian faksi yang didukung Iran merosot menjadi 17 dari sebelumnya 48.

Setelah gagal membalikkan hasil di pengadilan, faksi yang didukung Iran mulai menghalangi upaya al-Sadr untuk membentuk pemerintahan yang akan mencakup sekutu Kurdi dan Arab Sunni, namun mengecualikan kelompok yang dia gambarkan sebagai korup atau setia kepada Teheran.

Meskipun jumlah mereka berkurang di parlemen, kelompok-kelompok yang bersekutu dengan Iran berhasil membuat Sadr frustrasi, dengan menolak kuorum dua pertiga yang diperlukan untuk memilih kepala negara Kurdi - langkah pertama menuju pembentukan pemerintahan.

Frustrasi pada kebuntuan, Sadr menginstruksikan anggota parlemen untuk mundur dari parlemen pada bulan Juni. Langkah itu menyerahkan puluhan kursi ke Kerangka Koordinasi, yang berarti ia dapat mencoba membentuk pemerintahan yang dipilihnya sendiri, meskipun tindakan ini akan menimbulkan kemarahan Sadr.

Saingan al-Sadr Maliki mengajukan dirinya untuk menjadi perdana menteri - sebuah jabatan yang harus diberikan kepada seorang Syiah dalam sistem politik Irak - tetapi mundur setelah Sadr mengkritiknya di Twitter.

Saingan Al-Sadr kemudian melayangkan kandidat lain, Mohammed Shiya al-Sudani, yang dilihat oleh pendukung al-Sadr sebagai loyalis Maliki. Langkah ini tampaknya menjadi tantangan terakhir bagi pendukung Sadr, sehingga memicu protes.

Apa artinya ini bagi Irak?
Irak kini telah lebih dari sembilan bulan tanpa pemerintahan baru - sebuah pencapaian terlama di era pasca-Saddam.

Kebuntuan menambah disfungsi politik di negara yang menderita layanan publik yang mengerikan, kemiskinan yang tinggi dan pengangguran yang meluas. Meskipun kekayaan minyak yang besar dan tidak ada konflik besar sejak kekalahan ISIS lima tahun lalu.

Pada saat melonjaknya harga minyak mentah telah mendorong pendapatan minyak Irak ke rekor tertinggi, pemerintah tidak memiliki anggaran untuk tahun 2022 dan pengeluaran anggaran proyek-proyek infrastruktur yang sangat dibutuhkan dan reformasi ekonomi telah tertunda.

Sementara itu, warga Irak sudah terbiasa menderita seperti pemadaman listrik dan air. Program Pangan Dunia mengatakan 2,4 juta dari populasi 39 juta orang sangat membutuhkan bantuan makanan dan mata pencaharian.

Kelumpuhan ekonomi menjadi perhatian utama, termasuk melonjaknya harga pangan global, kekeringan dan ancaman yang ditimbulkan oleh ISIS.

Perdana Menteri yang akan berkuasa Mustafa al-Kadhimi melanjutkan peran sementara untuk saat ini.

Bagaimana kemungkinan terjadinya kekerasan?
Seruan oleh Kerangka Koordinasi agar para pendukungnya berkumpul pada hari Minggu menimbulkan kekhawatiran konfrontasi di jalan-jalan, tetapi kemudian membatalkan demonstrasi.

Perserikatan Bangsa-Bangsa telah menyerukan de-eskalasi (meredam situasi), dengan mengatakan "suara akal dan kebijaksanaan sangat penting untuk mencegah Kekerasan lebih lanjut." Banyak pemimpin Irak juga menyerukan pelestarian perdamaian sipil.

Sadr telah bersumpah akan melakukan aksi politik damai, dengan didukung oleh Brigade Perdamaian bersenjata dan banyak pengikut sipilnya menyimpan senjata, namun itu memicu kekhawatiran bentrokan bersenjata jika terjadi kebuntuan.

Konflik di antara Syiah Irak akan menjadi berita buruk bagi Iran, yang telah mengukir pengaruh besar di Irak melalui sekutu Syiahnya sejak Amerika Serikat menggulingkan musuhnya Saddam.

Iran, --belum memberikan tanggapan- sebelumnya telah melakukan intervensi untuk memadamkan kerusuhan internal di Irak.

358