Jakarta, Gatra.com - Film dinilai bisa menjadi salah satu perantara penyuara pesan-pesan perdamaian. Melalui fim pula, pesan mengenai dampak-dampak peperangan atau kekerasan yang merugikan masyarakat. Pusaran tentang film dan perdamaian ini yang menjadi topik diskusi yang digagas Program Studi Sastra Inggris, Universitas Kristen Krida Wacana (Ukrida).
Ketua Prodi Sastra Inggris Ukrida, Siegfrieda Alberti Shinta Mursita Putri, mengatakan, nilai-nilai kemanusiaan yang dieksploitasi dalam film dokumenter tentang peperangan adalah satu hal yang perlu lebih dicermati. Karena dalam sejarah perang, bisa saja seorang dianggap penjahat oleh satu pihak, tetapi akan dianggap sebagai pahlawan oleh pihak lain terutama pendukungnya.
“Semoga akan terus bangkit semangat melalui karya-karya seni perfilman yang menjunjung tinggi martabat manusia guna menyadarkan agar tidak mengulangi kesalahan masa lalu,” ujar Siegfrieda Alberti dalam keterangannya paska resensi film, Sabtu (30/7).
Secara umum ada pesan moral yang ingin disampaikan bahwa melalui karya sastra ataupun perfilman, akan muncul berbagai inspirasi yang terus mengupayakan perdamaian dunia.
“Karya sastra, termasuk seni perfilman, akan bisa menjadi salah satu media yang merupakan sumber spirit dalam membangun perdamaian, serta cinta tanah air dan melawan segala bentuk penindasan kemanusiaan,” tegasnya.
Sementara itu, Federico Grandesso yang merupakan jurnalis internasional dibidang perfilman, seni, dan fashion dari Felline Foundation selaku narasumber diskusi pun mengatakan pertumbuhan sinema bertemakan sosial-politik di berbagai genre menjadi bukti semakin banyak ruang pada tema mengenai peperangan ini.
Ia merinci judul film seperti The Great Dictator karya Charlie Chaplin, Full Metal Jacket, dan Life Is Beautiful/La vita è bella, menjadi bukti bahwa pesan perdamaian dalam peperangan telah hadir lama di ekosistem perfilman.
“Artinya, film baik bergenre dokumenter atau genre lain sudah membuka ruang tentang adanya pesan perdamaian dan kemanusiaan dalam perang,” jelasnya.