Home Gaya Hidup Citayam Fashion Week Dikritik! Pemerintah Minim Pembinaan, Skenario Perang Modern

Citayam Fashion Week Dikritik! Pemerintah Minim Pembinaan, Skenario Perang Modern

Jakarta, Gatra.com – Fenomena Citayam Fashion week (CFW) baru-baru ini viral dan menjadi perbincangan publik di jagat maya. Saking “booming”-nya, tren ini diikuti oleh daerah lain yang membuat event yang sama. Misalnya, “Tunjungan Fashion Week” di Surabaya, “Medan Fashion Week”, “Makassar Fashion Week”. Bahkan, ajang mode ini merambah sampai ke daerah kecil seperti Tasikmalaya, dan sebagainya.

Terlepas dari banyaknya pujian yang menganggap CFW sebagai bagian berekspresi anak-anak muda, komentar berbeda disampaikan oleh pakar pertahanan. Pengamat pertahanan, Wibisono menangkap fenomena CTW sebagai “pertarungan” budaya yang tidak berakar dari norma dan kebiasaan masyarakat Indonesia.

Wibi menilai fenomena tersebut menadi bentuk perang modern di sektor budaya, karena masyarakat mengikuti tren negara lain seperti Jepang dan Korea. “Yang di tampilkan juga bukan kultur budaya kita, tapi justru justru budaya barat, yang lebih parah adalah banyak generasi muda transgender (LGBT) yang secara terang-terangan mempertontonkan perilaku mereka ke publik,” kata Wibisono kepada Gatra.com.

Ia menyayangkan sejumlah pandangan yang dilontarkan pejabat publik yang seolah melihat CFW sebagai ajang berekspresi dan sarana untuk meningkatkan ekonomi kreatif. “Saya melihat fenomena CFW disatu sisi bagus untuk sarana kreativitas anak muda, tapi di sisi lain ini jelas tidak mendidik generasi muda, mereka pertontonkan anak kecil yang sudah pacaran, konten yang kurang mendidik, serta banyak nya para anak muda yang gemulai (komunitas LGBT),” tegas Wibi.

Hal yang tak kalah penting, kegiatan ini cenderung menganggu ketertiban umum. Peran dari Pemerintah Kota menurutnya adalah memberikan pengarahan dan sosialisasi agar kegiatan tidak menimbulkan keresahan di masyarakat. “Yang paling mengkawatirkan dari kegiatan ini adalah menggunakan fasilitas umum, sehingga mengganggu kenyamanan orang lain, ini jelas perlu adanya pembinaan dari pemerintah,” ujar Wibisono.

Skenario Perang Modern menurutnya lahir dari pertukaran, pencontekan, dan pencangkokan budaya ke masyarakat sehingga budaya asli menjadi hilang dan tergerus. “Ini jelas bentuk perang modern yang merusak generasi muda Indonesia, kegiatan seperti perlu adanya pembinaan dari pemerintah, kalau di Jepang dan di Korea mereka dibina dan dijadikan industri, dengan adanya K-Pop dan malah dibiayai negara untuk bisa berkiprah ke dunia internasional, mereka wajib sekolah minimum setara SMU dan wajib militer, sedangkan kalau kita bagaimana?” ucap Wibi.

Karena itu, ia melihat CFW hanya sebatas ajang “gagah-gagahan” alias mencari viral, tetapi minim sesi edukasi dan kreativitas. “Malah ada menteri yang menawarkan bea siswa untuk sekolah mereka tapi ditolaknya, ini jelas beda dengan yang di Korea dan Jepang,” imbuh Wibi.

Lelaki yang juga dikenal sebagai Pengamat Kebijakan Publik itu menyayangkan, lalainya pemerintah dalam memberikan pengawasan dan pembinaan kepada generasi muda. “Dalam perang modern salah satu yang akan dirusak adalah generasi mudanya, mereka dibuat terlena dengan dunia medsos akhirnya malas sekolah, apa ini yang kita inginkan untuk generasi millineal ini?, Dan celakanya selebritis terkenalpun ikutan nimbrung hanya sekedar buat konten biar viral?, kata Wibi.

“Saya berharap mumpung belum terlambat, agar pemerintah membina mereka, jangan hanya melarang tapi tidak dilakukan langkah pembinaan, bagaimana pun mereka adalah tanggung jawab kita bersama, di tangan merekalah kelak generasi penerus bangsa,” pungkasnya.

418