Jakarta, Gatra.com – Tim Kuasa Hukum terdakwa Direktur Operasional Ritel PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo) Anton Fadjar Alogo Siregar meragukan saksi ahli yang dihadirkan Tim Jaksa Penunut Umum (JPU) dalam persidangan perkara dugaan korupsi pengelolan keuangan PT Askrindo Mitra Utama (PT AMU) 2016–2020 di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
Kuasa hukum terdakwa Anton Siregar, Zecky Alatas, di Jakarta, Selasa (26/7), menyampaikan, pihaknya meragukan kapasitas saksi ahli Auditor Investigasi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Udurma Rotua Sinurat, atas penjelasan di antaranya soal asas asersi.
Zecky menuturkan, pada persidangan yang berlangsung pada Senin tersebut, pihaknya awalnya meminta saksi ahli yang dihadirkan JPU untuk menjelaskan standar akuntansi yang berbeda.
Uduma lantas menjelaskan bahwa standar akuntansi untuk korporasi diatur di Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK). Sedangkan standar akuntansi di dalam pemerintahan, diatur sendiri didalam Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP).
Menurut saksi ahli, BUMN merupakan kekayaan negara yang dipisahkan dan merupakan keuangan negara berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2003.
Zecky kemudian meminta saksi ahli untuk menjelaskan asas asersi atau sebuah pernyataan manajemen yang terkandung di dalam komponen laporan keuangan. Saksi ahli latas menyampaikan bahwa itu digunakan dalam audit laporan keuangan. “Sementara kita ini melakukan audit didalam penghitungan kerugian keuangan negara,” ujarnya.
Zecky pun meminta saksi ahli untuk membedakan antara keduanya. Ahli mengatakan bahwa penghitungan kerugian keuangan negara untuk memastikan bahwa telah terjadi kerugian keuangan negara dan menyatakan pendapat atas kerugian keuangan negara yang ditimbulkan sebagai akibat dari penyimpangan.
Sedangkan asersi, lanjut saksi ahli, di dalam general audit, yakni tujuan dari audit yang dilakukan di dalam menyatakan pendapat atas laporan keuangan tersebut.
Menurut Zecky, pihaknya meragukan kapasitas saksi ahli karena silang pendapat dengan pendapat ahli, yakni asersi adalah asas untuk klarifikasi dan verifikasi. “Kalau pendapat kami, asersi adalah asas untuk meminta klarifikasi dan verifikasi, serta pembelaan dari pihak terperiksa diatur dalam setiap standar pemeriksa, agar hasil pemeriksaan objektif,” ujar Zecky.
Selain itu, lanjut Zecky, pihaknya menilai bahwa saksi ahli tidak bisa memberi penjelasan mengenai standar akuntansi BUMN. “Saya meragukan ya, keahlian saudara ahli pada saat ini tentang akuntansi,” katanya.
Sebelumnya, JPU Kejari Jakpus mendakwa mantan Direktur Pemasaran PT Askrindo Mitra Utama (PT AMU), Wahyu Wisambada, dan Direktur Operasional Ritel PT Askrindo sekaligus Komisaris PT AMU, Anton Fadjar Alogo Siregar, melakukan tindak pidana korupsi ?pengelolaan keuangan PT AMU Tahun Anggaran 2016–2020.
Adapun inti surat dakwaan JPU Kejari Jakpus sebagaimana dilansir SIPP PN Jakpus bahwa Wahyu Wisambada bersama-sama Anton Fadjar Alogo Siregar selaku Direktur Operasional Ritel PT Askrindo periode Oktober 2017–Maret 2021, Direktur Sumber Daya Manusia dan Umum PT Askrindo periode tahun 2016–2020 Firman Berahima, Dirut PT AMU periode 2012 sampai dengan 2018 I Nyoman Sulendra, Direktur Utama PT AMU periode Juni 2019–April 2021 Frederick CV Tassyam, Dirut PT AMU periode Juni 2018–Desember 2018 Dwikora Harjo, telah merugikan keuangan negara, memperkaya diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum.
Atas perbuatan tersebut JPU Kejari Jakpus mendakwa Anton Fadjar Alogo Siregar dan Wahyu Wisambada melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.