Jakarta, Gatra.com – Rumah Sakit (RS) Yayasan Rumah Sakit Islam Indonesia (YARSI) Jakarta menggelar webinar Pharmacogenomic Symposium Precision Medicine in TB: 'Advantage and Chalange' yang menghadirkan sejumlah narasumber di bidangnya dari dalam dan luar negeri.
Prof .dr. Rika Yuliwulandari, M.Sc, Ph.D., Dokter Spesialis Precision Medicine RS YARSI, dalam keterangan tertulis, Selasa (26/7), menjelaskan, farmakogenomik mempelajari hubungan farmakoterapi dan variasi genetik yang dimiliki oleh individu. Variasi genetik tersebut memengaruhi kerja obat dalam tubuh, baik proses farmakokinetika, farmakodinamiknya, dan clinical outcome.
“Bidang ini merupakan salah satu cabang dari presisi medicine yang sedang berkembang di dunia kedokteran modern saat ini,” ujarnya.
Ia menyampaikan bahwa Tuberculosis atau TB merupakan salah satu masalah besar di dunia kesehatan, termasuk di Indonesia. Pemberian terapi dengan obat-obatan yang multi-drugs (isoniazid, rifampicin, pyrazinamide, dan etambutol) memberikan tantangan tersendiri dalam manajemen klinis pasiennya.
Farmakogenomik memberikan solusi alternatif untuk membantu klinis memahami kondisi genetik pasien terhadap terapi obat-obatan tuberculosis tersebut. Di Indonesia, perkembangan ilmu farmakogenetik masih terus tumbuh dan berkembang.
Saat ini, RS YARSI termasuk rumah sakit yang memberikan pelayanan untuk farmakogenomik dengan pendekatan presisi medicine yang digawangi oleh Prof .dr. Rika Yuliwulandari, M.Sc ,Ph.D, selaku salah satu pakar di Indonesia.
“Oleh karena itu, maka RS YARSI mempersembahkan pertemuan ilmiah dengan tema 'Precision medicine in TB: Advantage and Challenge',” ujarnya.
Menurutnya, kegiatan ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan untuk tenaga medis dalam memahami farmakogenomik dan implementasinya dalam pelayanan klinis, khususnya untuk kasus tuberculosis secara komprehensif.
Senada dengan Prof. dr. Rika, dr Andika Chandra Putra, Department of Pulmonology and Respiratory Medicine, Faculty of Medicine YARSI-YARSI Hotpital, dalam paparanya menyampaikan, pada masa lalu, membicarakan genetik ini terkait satu gangguan tungal.
“Satu penyakit hanya berhubungan dengan satu gen atau satu mutasi. Tapi saat ini kita bicara lebih kompleks lagi,” ujarnya.
Pasalnya, lanjut Andika, satu penyakit memiliki beberapa gen yang saling berinteraksi. Ini yang menimbulkan satu genetik itu semakin kompleks karena bayak hal yang perlu dipertimbangkan terkait interaksi genetik dan terapi yang sifatnya individual.
“Ada persepsi yang kita harus luruskan terkait dengan genetik dan genomik. Jadi kalau genetik lebih pada single disorder, tapi genomik kita lebih rever ke all genom,” katanya.
Dengan demikian, kalau saat ini berbicara genomik maka bicara tentang bagaiamana genom yang ada pada tubuh dan tentu tidak hanya bicara soal tubuh kita sendiri tapi interaksinya dengan lingkungan sekitarnya.
Andika lebih lebih lanjut menyampaikan, farmakogenomik yakni menggunakan mulekuler basis dalam menentukan respons satu obat. Ada 2 hal penting yang harus dipahami soal farmakogenomik, yakni kemanjuran atau efikasi obat dan toxicity obat.
“Jadi kita selalu bicara kalau farmakogenomik soal efikasi dan toxicity. Tentu akhir kita memahami pharmacogenomics itu adalah mengoptimallkan tentang obat-obatan yang kita gunakan, sehingga tentu kita harapkan toxicity-nya renah tapi efikasinya maksimal,” ujarnya.