Jakarta, Gatra.com – Anggota DPR dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Deddy Yevri Hanteru Sitorus, meminta agar oknum Menteri di kabinet Presiden Joko Widodo tidak mengganggu pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Kayan, Kalimantan Utara. “Kayan ribut dan terhambat, karena ada yang mengganggu,” ujar Deddy kepada GATRA beberapa hari lalu.
Pemrakarsa dan kontraktor PLTA Kayan adalah PT. Kayan Hydro Energy (KHE). Menurutnya, perusahaan ini mulai menggarap proyek PLTA Kayan sejak 2012 silam.
Deddy menduga, oknum Menteri tersebut berniat mengganti PT KHE sebagai pengelola PLTA Kayan dengan investor lain. “Ini nggak fair kalau orang pemrakarsa mau disingkirkan,” katanya.
Menurut legislator Dapil Kaltara ini, PT KHE sudah bertahun-tahun melakukan studi, membuat desain, dan mengurus semua izin. “Sudah mengeluarkan biaya, kok tiba-tiba mau ambil begitu saja,” ujar Deddy.
Karena ulah oknum Menteri ini, pembangunan PLTA Kayan tertunda. Akibatnya, lapangan kerja baru di Kaltara ikut terhambat. Deddy meyakini banyak masyarakat Kaltara bisa mendapat pekerjaan jika PLTA Kayan segera terbangun.
Dengan begitu, sambungnya, ekonomi Kaltara bisa meningkat. Kalaupun pemerintah beranggapan PT KHE tidak mampu membangun PLTA Kayan, kata Deddy, seharusnya disertai bukti dan tolok ukur yang jelas.
“Kasih waktulah untuk membuktikan pada pemrakarsa, sanggup nggak dia untuk mengerjakan proyek itu. Misalnya dalam 2 tahun, sudah sekian persen progres dari target. Tapi jangan dihalang-halangi dong. Kalau ada kepastian, orang kan mau investasi,” Deddy menyarankan.
Mantan Komisaris PTPN III ini mengingatkan agar oknum Menteri tersebut tidak menggunakan kekuasaan secara eksesif demi kepentingan pribadi atau kelompok. Yang menurut Deddy, justru akan mengganggu investasi. “Ayolah, berbuat untuk negara. Jadi bisa menyelesaikannya secara gotong royong, secara musyawarah. Bukan dengan pendekatan kekuasaan. Jangan sok jagolah,” kata Deddy.
Seperti diketahui, selama 10 tahun digagas, konstruksi PLTA Kayan belum juga dimulai. Dalam kesempatan berbeda, Direktur Operasional PT KHE, Khaerony, pernah mengatakan bahwa PLTA Kayan akan mengaliri listrik ke Kawasan Industri Hijau, di Tanah Kuning, Kaltara.
Menurut Khaerony, PLTA Kayan terdiri dari 5 bendungan dengan rincian kapasitas, bendungan I sebesar 900 Megawatt, bendungan II sebesar 1.200 MW, bendungan III sebesar 1.800 MW, bendungan IV sebesar 1.800 MW dan bendungan V sebesar 3.200 MW.
Total kapasitasnya, jika terbangun mencapai 9.000 MW. Agar 5 bendungan bisa terbangun dan beroperasi, PT KHE membutuhkan lebih Rp250 triliun.
Khaerony mengakui, pembangunan PLTA Kayan terseok-seok. Menurut Khaerony ada beberapa persoalan sehingga pembangunan PLTA Kayan lelet. Pertama, akses menuju lokasi pembangunan cukup ekstrim. Akibatnya distribusi material dan orang terhambat.
“Kalau lewat sungai, harus menunggu air pasang. Kalau darat, karena jalannya belum bagus dan itu belum bisa dilewati untuk mengangkut alat berat. Nah ini kendala-kendala di dalam perencanaan pembangunan kami. Jadi bukan molor. Ditambah pandemi lagi,” Khaerony menjelaskan kepada GATRA.
Persoalan kedua, yaitu pengurusan izin yang memakan waktu lama. Salah satunya, Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) atau Kementerian Investasi, untuk mulai tahap konstruksi. Pihak PT KHE harus menunggu 2 tahun baru IPPKH dikeluarkan BKPM akhir tahun lalu.
Itupun IPPKH yang dikeluarkan BKPM baru untuk bendungan I dengan kapasitas 900 MW. Tanpa izin tersebut, PT KHE tidak bisa masuk ataupun melakukan pengerjaan proyek bendungan karena lokasinya berada di kawasan hutan. “Kalau nggak ada izin pakai kawasan, kita bisa disebut kriminal. Jangankan mengelola, masuk ke dalam saja nggak boleh,” katanya.
Menurut Khaerony, pihaknya masih menunggu IPPKH untuk 4 bendungan lagi sembari mulai melakukan pembersihan lahan dan pembangunan akses jalan ke lokasi bendungan I. “Semoga dalam waktu dekat ini, bisa terbit 2-5 bendungan,” ujarnya.