Jakarta, Gatra.com – Saat ini perangkat handphone, komputer genggam, dan tablet (HKT) sudah menjadi kebutuhan yang lekat dalam kehidupan sehari-hari. Iming-iming harga miring dengan kualitas terjamin, banyak masyarakat Indonesia yang akhirnya memutuskan untuk membeli perangkat tersebut dari luar negeri.
Namun sayang, hal ini tidak diimbangi dengan pemahaman terkait ketentuan dan cara registrasi IMEI atau international mobile equipment identity, sehingga mengakibatkan adanya pembatasan akses jaringan seluler pada perangkat yang dibeli.
Kepala Subdirektorat Hubungan Masyarakat dan Penyuluhan Bea Cukai, Hatta Wardhana mengatakan berdasarkan laporan pemantauan media sosial Bea Cukai bulan Juni 2022, ketentuan IMEI masih menjadi topik dominan yang sering ditanyakan oleh publik, baik melalui pesan, komentar, atau mention pada akun resmi media sosial Bea Cukai.
“Permintaan informasi terkait registrasi IMEI pada bulan Juni 2022 meningkat 41,1% dibandingkan bulan sebelumnya, tepatnya di angka 1.047 permintaan,” katanya.
Hatta menjelaskan, sesuai Perdirjen Bea Cukai nomor PER-13/BC/2021, pendaftaran IMEI HKT bawaan penumpang atau awak sarana pengangkut dilakukan dengan cara menyampaikan formulir permohonan kepada Bea Cukai melalui laman https://www.beacukai.go.id atau melalui aplikasi Mobile Beacukai yang tersedia di Playstore. Kemudian bukti pengisian formulir elektronik berupa QR Code disampaikan ke petugas Bea Cukai saat kedatangan di Indonesia, dengan menunjukkan paspor, boarding pass, invoice (jika ada), dan identitas pendukung lainnya. Jika penumpang telah keluar terminal kedatangan, bukti QR Code dapat disampaikan ke Kantor Bea Cukai terdekat.
Registrasi IMEI bebas biaya, tetapi pungutan bea masuk dan pajak dalam rangka impor (PDRI) HKT tetap dikenakan. Setiap penumpang diberikan pembebasan sebesar US$500, dan atas kelebihannya akan dikenakan pungutan bea masuk dan PDRI yang terdiri dari bea masuk sebesar 10%, PPN 11%, dan PPh 10% bagi yang memiliki NPWP atau 20% bagi yang tidak memiliki NPWP.
“Pembebasan tetap berlaku bagi penumpang internasional yang mendaftarkan IMEI-nya maksimal 5 hari setelah menjalani karantina dengan melampirkan surat keterangan selesai karantina. Bagi penumpang yang tidak menjalani karantina, registrasi dapat dilayani paling lambat 60 hari setelah kedatangan dengan konsekuensi tidak memperoleh fasilitas pembebasan bea masuk,” terang Hatta.
Sedangkan HKT yang diimpor dengan mekanisme barang kiriman, registrasi IMEI dilakukan oleh pihak Pos atau Perusahaan Jasa Titipan (PJT) dengan cara mengisi IMEI pada dokumen Consigment Note (CN). Meskipun bebas pungutan registrasi IMEI, bagi barang kiriman dengan nilai FOB lebih dari USD3 hingga USD1.500 akan dikenakan pungutan bea masuk sebesar 7,5% dari nilai pabean, dan PPN sebesar 10% dari nilai impor.
Hatta menambahkan, bagi pengguna HKT yang ingin memastikan status registrasi IMEI perangkatnya dapat melakukan pengecekan mandiri melalui laman www.beacukai.go.id/cek-imei.html.
“Apabila perangkat sudah didaftarkan tetapi belum mendapatkan akses jaringan seluler, tunggu paling lama 2x24 jam sejak pendaftaran. Jika sampai batas waktu perangkat belum mendapatkan akses jaringan seluler, segera hubungi call center Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) melalui saluran telepon 159,” ungkapnya.
Bagi masyarakat yang ingin mendapatkan informasi terkait IMEI atau seputar kepabeanan dan cukai dapat disampaikan melalui website www.beacukai.go.id, contact center Bea Cukai di 1500225, dan email [email protected]. Atau melalui media sosial Bea Cukai, antara lain www.facebook.com/beacukaiRI, www.facebook.com/bravobeacukai, Twitter @BeaCukaiRI atau @BravoBeaCukai serta Instagram @BeaCukaiRI.
Situs web: www.beacukai.go.id
Facebook: https://www.facebook.com/beacukairi/
Twitter: https://twitter.com/beacukaiRI
Instagram: https://www.instagram.com/beacukaiRI/
Youtube : https://www.youtube.com/beacukaiRI