Jakarta, Gatra.com – Tim Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta menahan 3 tersangk dugaan korupsi kasus mafia tanah dalam Kegiatan Pembebasan Lahan oleh Dinas Kehutanan Provinsi DKI Jakarta di Kelurahan Setu, Kecamatan Cipayung, Kota Administrasi Jakarta Timur Tahun 2018.
Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati DKI Jakarta, Ashari Syam, di Jakarta, Kamis (21/7), menyampaikan, ketiga tersangka yang ditahan atau dijebloskan ke sel Rumah Tahanan (Rutan) Salemba Cabang Kejaksaan Agung (Kejagung) selama 20 hari ke depan terhitung mulai Rabu (20/7).
Ketiga tersangkanya, yakni HH, mantan Kepala UPT Tanah. Dia ditahan berdasarkan Surat Perintah Penahanan Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Nomor : Print-1876/M.1/Fd.1/07/2022 tanggal 20 Juli 2022.
Kemudian, LD, oknum notaris. Penyidik menahan yang bersangkutan berdasarkan Surat Perintah Penahanan Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Nomor : Print-1877/M.1/Fd.1/07/2022 tanggal 20 Juli 2022.
“Tersangka MTT, swasta. Ditahan berdasarkan Surat Perintah Penahanan Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Nomor : Print-1878/M.1/Fd.1/07/2022 tanggal 20 Juli 2022,” ujarnya.
Ashri menyampaikan, penyidik menahan ketiga tersangka tersebut berdasarkan syarat objektif, yaitu diancam dengan pidana penjara lebih dari 5 tahun dan syarat subjektif, yaitu dikawatirkan akan melarikan diri, menghilangkan barang bukti, dan mengulangi perbuatannya sebagaimana ketentuan Pasal 21 KUHAP.
Sehari sebelumnya, yakni Selasa,19 Juli 2022, Tim Penyidik Pidsus Kejati DKI Jakarta telah menetapkan seorang tersangka baru dalam dalam kasus Mafia Tanah Cipayung ini, yakni JF dari pihak swasta berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor : TAP-70/M.1/Fd.1/07/2022 tanggal 19 Juni 2022.
“Tersangka JF dalam proses pembebasan lahan tersebut berkerjasama dengan tersangka LD sehingga lahan di Kelurahan Setu, Kecamatan Cipayung, dapat dibebaskan oleh Dinas Kehutanan Provinsi DKI Jakarta,” katanya.
Kemudian, tersangka JF dan LD melakukan pengaturan harga terhadap 8 pemilik atas 9 bidang tanah di Kelurahan Setu tersebut. Pemilik lahan hanya menerima uang ganti rugi pembebasan lahan sebesar Rp1.600.000 (Rp1,6 juta) per meter.
Adapun harga yang dibayarkan oleh Dinas Kehutanan (Dishut) Provinsi DKI Jakarta kepada pemilik lahan rata-rata sebesar Rp2.700.000 (Rp2,7 juta) per meter. Total uang yang dibayarkan Dinhut Provinsi DKI adalah sebesar Rp46.499.550.000 (Rp46,4 miliar).
Sedangkan total uang yang diterima oleh pemilik lahan hanya sebesar Rp28.729.340.317 (Rp28,7 miliar) sehingga uang hasil pembebasan lahan yang dinikmati para tersangka dan para pihak sebesar Rp17.770.209.683 (Rp17,7 miliar). Angka ini, merupakan kerugian yang diduga dialami negara.
Atas perbuatan tersebut Kejati DKI Jakarta menyangka JF melanggar Pasal 2 Ayat (1), Pasal 3, Pasal 5 Ayat (1), Pasal 13 juncto Pasal 18 Ayat (1) huruf b Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.