Jakarta, Gatra.com - Kasus polisi tembak polisi yang menewaskan Brigadir J telah bergulir hampir dua pekan lamanya. Meski telah memasuki tahap penyidikan, tabir yang menutupi peristiwa ini belum mampu diungkap kepada khalayak.
Peneliti Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Rozy Brilian menilai kasus ini akan sulit diungkap. Dirinya pun mengaku bahwa akan sulit berharap banyak kepada aparat kepolisian dalam pengungkapan kasus tersebut.
“Kasus-kasus semacam ini sulit dibongkar, apalagi melibatkan jenderal Kepolisian atau petinggi Kepolisian. Terbukti misalnya terjadi dalam kasus Laskar FPI dan Novel Baswedan.” ujarnya kepada Gatra.com, Rabu (20/7).
Sejak awal kasus ini mencuat, Rozy melanjutkan, pihak kepolisian tampak tidak profesional. Ia menyoroti pihak kepolisian yang baru membuka kasus ini kepada publik selang dua hari selepas kejadian. Di samping itu, dia pun menilai banyak kejanggalan yang disampaikan kepada publik.
“Seharusnya Kepolisian segera melakukan penyelidikan terlebih dahulu baru menyimpulkan adanya tembak menembak kepada publik. kondisi jenazahnya pun terkesan disembunyikan, akhirnya pihak keluarga yang mengetahui.” tegasnya.
Menurutnya, dalam kasus tewasnya Brigadir J ini, banyak hal di luar kebiasaan yang dilakukan oleh pihak kepolisian. Salah satunya, Rozy menyinggung tentang berbagai barang bukti yang tidak ditunjukkan.
“Biasanya ketika ada kasus barang bukti langsung ditunjukan ke publik. Kemarin bahkan tidak ada satu barang bukti pun yang diungkap, baik proyektil peluru, pistol, foto tembok yang jadi sasaran penembakan dan bukti-bukti lainnya.
Rozy berpandangan bahwa tindakan tersebut jelas merupakan bentuk tidak transparannya kepolisian dalam pengungkapan kasus ini.
Selain itu, Rozy turut menyoroti penghilangan ponsel korban dan peretasan ponsel milik keluarga korban. Menurutnya, hal tersebut besar kemungkinan merupakan bentuk upaya dari oknum kepolisian yang berniat menghilangkan bukti, dan menghambat fakta agar terbuka secara terang benderang.
“Bukan sampai di sini saja, jurnalis atau warga yang kerap melakukan dokumentasi juga seringkali diintimidasi dan dipaksa untuk menghapus dokumentasi yang ada di ponsel.” tuturnya.
Terkait kasus ini, KontraS mendesak agar pihak-pihak yang terlibat mulai dari Kapolsek dan Pengamanan Internal dinonaktifkan guna memudahkan membongkar kasus ini secara transparan tanpa konflik kepentingan. “Non aktif tidak boleh hanya berhenti pada Ferdy Sambo. Seluruh anggota yang terlibat harus dinonaktifkan segera.” tegasnya.