Banjarbaru, Gatra.com - Lahan seluas 35 hektare yang diklaim milik Fahriansyah yang berlokasi di Desa Batang Kulur Kiri, Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS), Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) telah diserobot PT Antang Gunung Meratus (AGM).
Seperti yang diutarakan Fahriansyah melalui Ketua LSM Kelompok Suara Hati Nurani Masyarakat (KSHNM) Kalsel, Bahrudin alias Udin Palui kepada Gatra.com di Banjarbaru, Rabu (20/7).
Bahrudin tak asal ngomong, dia membawa sejumlah dokumen penting diantaranya surat pembelian atas tanah dan nota pajak pembayaran atas tanah. Ia juga memperlihatkan daftar nama pemilik tanah asal dan penguasaan fisik bidang tanah yang berlokasi di Desa Batang Kulur Kiri.
"Total luas tanah yang dibeli kurang lebih 35 hektare dan pada 2015 kami ajukan untuk pajak bumi dan diterima oleh Pemkab HSS. Jadi terhitung sejak 2015 kami bayar pajak bumi atas tanah hingga tahun 2021. Artinya tanah kami diakui sah oleh negara," ujarnya.
Bahrudin menyebut, berdasarkan UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 19 Tahun 2004 tentang peraturan pemerintah pengganti UU No 1 Tahun 2004 tentang perubahan atas UU No 41 Tahun 1999 tentang kehutanan menjadi UU disebutkan pada pasal 4 ayat 3 menyebutkan bahwa penguasaan hutan oleh negara tetap memperhatikan hak masyarakat hukum adat sepanjang kenyataannya masih ada dan diakui keberadaannya serta tidak bertentangan dengan kepentingan nasional.
Tokoh LSM Kalsel itu menyebut, PT AGM dalam melakukan kegiatan pertambangan batu bara sesuai dengan izin PK2B yang dikeluarkan oleh kementerian ESDM, diduga telah melanggar UU No 3 tahun 2020 tentang pertambangan mineral dan batu bara BAB XVIII perihal penggunaan tanah untuk kegiatan usaha pertambangan.
"Pada Pasal 135 disebutkan, pemegang IUP eksplorasi atau IUPK eksplorasi hanya dapat melaksanakan kegiatannya setalah mendapat persetujuan dari pemegang hak tanah. Pada Pasal 138 juga disebutkan hak atas IUP dan hak atas IUP.IPR atau IUPK bukan merupakan pemilik hak tanah," bebernya.
Diutarakannya, PT AGM dalam melakukan kegiatan penambangan batu bara diduga telah melanggar izin pinjam pakai kawasan hutan seluas 110,21 hektare Nomor: SK .166/MenLH/PLAO/Setjen/PLAO/2/2019. Ditetapkan tanggal 20 Pebruari 2019 wilayah kabupaten HSS dan Tapin tahun 2019.
"Pada poin ke delapan menyebutkan bahwa PT AGM harus menyelesaikan hak-hak pihak ketiga, apabila terdapat hak-hak pihak ketiga di dalam areal pinjam pakai kawasan hutan dengan meminta bimbingan fasilitasi pemda setempat," cetusnya.
Dengan adanya dugaan pelanggaran itu, tegas Bahrudin, maka pihaknya meminta Presiden, Menteri ESDM dan menteri LHK RI untuk mencabut izin PK2B dan izin pinjam pakai kawasan hutan PT AGM luas 110,21 hektare di Kabupaten HSS dan Kalsel pada umumnya mengingat hak-hak atas lahan/tanah yang masyarakat miliki di desa Batang Kulur Kiri, Kecamatan Sungai Raya seluas 35 hektare yang sekarang ini dilakukan penambangan oleh PT AGM tidak diberikan tali asih atau ganti rugi sehingga sangat merugikan hak-hak pemilik lahan.
Bahrudin menegaskan, apabila tuntutan tidak diindahkan, maka pemilik lahan akan melakukan penutupan paksa lokasi tambang yang kini terus digarap PT AGM. "Kami akan tutup lokasi yang ditambang. Ini serius dan bukan main-main," ucapnya.
Seperti diberitakan Gatra.com sebelumnya, PT AGM dituding warga telah mencaplok tanah mereka sejak 10 tahun lalu tanpa memberikan ganti rugi atau tali asih. Kasus ini sedang bergulir di tangan aparat penegak hukum karena warga melayangkan laporan ke Polda Kalsel.
Tim kuasa hukum PT AGM, Suhardi saat dikonfirmasi mengatakan, berdasarkan data yang dimiliki PT AGM, wilayah yang disebut warga adalah lahan milik mereka masuk kawasan hutan produksi.
"Artinya PT AGM melakukan aktivitas sudah memperoleh izin pinjam pakai kawasan hutan dari Kementerian LHK secara resmi dan legal. Kita akan memperlihatkan bukti - bukti itu pada penyidik," tegasnya.
Suhardi berujar, karena masuk kawasan hutan, maka kedudukan untuk kepemilikan hak, sebenarnya tidak ada. "Tidak ada ganti rugi sebenarnya. Yang ada itu kita berikan tali asih. Tanam tumbuh kita berikan tali asih, mengenai besarannya belum bisa kami sampaikan," ujarnya.