Teheran, Gatra.com - Presiden Rusia Vladimir Putin tiba di Iran pada hari Selasa (19/7). Kunjungan Putin kali ini untuk melakukan pembicaraan dengan Pemimpin Tertinggi Iran, Ali Khamenei.
Ifax melaporkan, Putin juga akan mengadakan pertemuan tatap muka pertamanya sejak invasi dengan pemimpin NATO, dengan Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan.
Pembicaraan akan membahas kesepakatan bertujuan memungkinkan dimulainya kembali ekspor gandum Laut Hitam Ukraina, serta perdamaian di Suriah.
Putin melakukan perjalanan ke luar negeri untuk kedua kalinya sejak ia memerintahkan invasi ke Ukraina pada 24 Februari.
Kali ini untuk menghadiri pertemuan trilateral di ibukota Iran.
Putin akan menghadiri pertemuan yang juga melibatkan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.
Pertemuan itu terjadi beberapa hari setelah Presiden AS Joe Biden mengunjungi Timur Tengah untuk pertama kalinya sepanjang menjabat presiden. Selama ini dianggap sebagai musuh regional Iran, Israel dan Arab Saudi.
Pertemuan ini adalah yang pertama diselenggarakan oleh presiden ultra-konservatif Iran, Ebrahim Raisi sejak ia menjabat tahun lalu dan seolah-olah ingin mengakhiri lebih dari 11 tahun konflik di Suriah.
Ketiganya terlibat dalam konflik, dengan Iran dan Rusia mendukung Presiden Suriah Bashar al-Assad dan Turki mendukung pasukan pemberontak.
Menjelang pertemuan trilateral, pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei bertemu Erdogan, --yang telah berulang kali mengancam akan meluncurkan serangan militer baru terhadap militan Kurdi di Suriah utara.
Khamenei memperingatkan pemimpin Turki itu bahwa langkah seperti itu akan "merugikan" kawasan itu dan menyerukan agar masalah itu diselesaikan melalui dialog antara Ankara, Damaskus, Moskow, dan Teheran.
Erdogan, yang berbicara pada konferensi pers bersama dengan mitranya dari Iran, mengatakan milisi Kurdi menyebabkan "masalah besar" bagi Iran dan Turki.
"Kita harus melawan organisasi teroris ini dalam solidaritas dan aliansi," tambahnya.
Presiden juga mengawasi penandatanganan sejumlah kesepakatan di berbagai bidang, termasuk di bidang perdagangan dan ekonomi.
Erdogan selama beberapa bulan ini telah menawarkan bertemu dengan Putin dalam upaya membantu menyelesaikan ketegangan global yang meningkat.
"Waktu KTT ini bukan kebetulan," kata analis Rusia, Vladimir Sotnikov, dikutip AFP.
"Turki ingin melakukan 'operasi khusus' di Suriah seperti halnya Rusia menerapkan 'operasi khusus' di Ukraina."
Turki telah meluncurkan gelombang serangan ke Suriah sejak 2016, dan menargetkan milisi Kurdi serta jihadis kelompok Negara Islam dan loyalis Assad.
“Dalam pembicaraan mereka, Putin dan Erdogan akan membahas mekanisme untuk mengekspor gandum dari Ukraina,” kata sumber Kremlin.
Perang Rusia di Ukraina telah secara besar-besaran menghambat pengiriman dari salah satu pengekspor gandum dan biji-bijian terbesar di dunia, memicu kekhawatiran akan kekurangan pangan global.
Turki—anggota NATO yang sedang berbicara dengan Rusia dan Ukraina—telah mempelopori upaya untuk melanjutkan pengiriman biji-bijian komoditas.
“Pada akhirnya, Erdogan berharap mendapatkan “lampu hijau” dari Putin dan Raisi untuk operasi militer Turki di Suriah,” kata sarjana tamu di Carnegie Europe, Sinan Ulgen.
Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Josep Borrell memperingatkan pada hari Senin bahwa blokade Rusia terhadap pelabuhan Ukraina mengancam pasokan ke ribuan orang yang rentan kelaparan.
Borrell menjuluki masalah itu "salah satu hidup dan mati bagi banyak manusia."
Pada hari Minggu, sehari setelah Biden mengakhiri turnya di Timur Tengah, Iran menuduh Amerika Serikat memprovokasi krisis di wilayah tersebut.
Biden telah bersumpah AS tidak akan menoleransi upaya negara mana pun untuk mendominasi negara lain di kawasan itu melalui peningkatan militer, serangan, dan atau ancaman yang mengacu pada Iran.
Dalam pidatonya di pertemuan puncak negara-negara Teluk Arab Saudi serta Mesir, Yordania dan Irak, Biden meyakinkan mereka yang berkumpul bahwa AS akan tetap sepenuhnya terlibat di Timur Tengah.
"Kami tidak akan pergi begitu saja dan meninggalkan kekosongan untuk diisi oleh China, Rusia atau Iran," katanya.
Setelah pertemuan itu, sebuah pernyataan bersama mengikat para pemimpin untuk tetap menjaga keamanan dan stabilitas regional.
Ini juga menggarisbawahi upaya diplomatik untuk mencegah Iran mengembangkan senjata nuklir. Tujuan yang selalu ditolak oleh republik Islam itu.
Pada hari Minggu, Iran menuduh AS sekali lagi menggunakan kebijakan Iran-fobia yang gagal, mencoba menciptakan ketegangan dan krisis di kawasan itu.
AS pekan lalu menuduh Iran berencana mengirimkan ratusan pesawat tak berawak (drone) ke Rusia untuk membantu perangnya di Ukraina. Sebuah tuduhan yang dibantah republik Islam itu sebagai "tidak berdasar."
Negara Islam adalah organisasi teroris yang dilarang di Rusia.