Kandangan, Gatra.com - Puluhan warga Desa Batang Kulur Kiri, Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS), Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) mengadukan persoalan kegiatan pertambangan batubara PT Antang Gunung Meratus (AGM) dinilai melanggar aturan.
Warga yang diwakili Aidi Rahman bersama tiga ketua LSM yaitu LSM Kelompok Suara Hati Nurani Masyarakat (KSHNM) Kalsel, LSM Kelompok Pemerhati Kinerja Pemerintah dan Perlemen (KPK-APP), dan LSM Kelompok Pemuda Peduli Lingkungan Hidup (KPPLH) Kalsel telah berkirim surat ke Presiden RI Joko Widodo, Menteri ESDM dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) di Jakarta.
Dalam surat bertanggal 14 Juli 2022 itu, mereka meminta presiden dan Menteri ESDM dan Menteri LHK meninjau kembali izin PKP2B, PT Antang Gunung Meratus (AGM) serta izin pinjam pakai kawasan hutan PT AGM dengan luas 110,21 hektar. No: SK.166/Men LHK/Sekjen/PLAO/2/2019 yang ditetapkan tanggal 20 Pebruari 2019 untuk Wilayah kabupaten HSS dan Tapin tahun 2019.
Ketua KPK-APP Kalsel, Aliansyah mengungkapkan, PT AGM dalam melakukan kegiatan pertambangan batubara sesuai dengan izin PK2B yang dikeluarkan oleh kementerian ESDM, diduga telah melanggar UU No 3 tahun 2020 tentang pertambangan mineral dan batubara BAB XVIII perihal penggunaan tanah untuk kegiatan usaha pertambangan.
"Pada Pasal 135 disebutkan, pemegang IUP eksplorasi atau IUPK eksplorasi hanya dapat melaksanakan kegiatannya setalah mendapat persetujuan dari pemegang hak tanah. Pada Pasal 138 juga disebutkan hak atas IUP dan hak atas IUP. IPR atau IUPK bukan merupakan pemilik hak tanah," ujarnya kepada Gatra.com di Kandangan, Sabtu (16/7).
Ketua LSM KSHNM Kalsel, Bahrudin menyebut PT AGM dalam melakukan kegiatan penambangan batubara diduga telah melanggar izin pinjam pakai kawasan hutan seluas 110,21 hektar Nomor: SK .166/MenLH/PLAO/Setjen/PLAO/2/2019. Ditetapkan tanggal 20 Pebruari 2019 wilayah kabupaten HSS dan Tapin tahun 2019.
"Pada poin ke delapan menyebutkan bahwa PT AGM harus menyelesaikan hak-hak pihak ketiga, apabila terdapat hak-hak pihak ketiga didalam areal pinjam pakai kawasan hutan dengan meminta bimbingan fasilitasi pemda setempat," beber pria yang akrab dipanggil Udin Palui itu.
Dengan adanya dugaan pelanggaran itu, lanjut Bahrudin, maka pihaknya meminta Presiden, Menteri ESDM dan menteri LHK RI untuk mencabut izin PK2B dan izin pinjam pakai kawasan hutan PT AGM luas 110,21 hektar di Kabupaten HSS dan Kalsel pada umumnya. Hal itu mengingat hak - hak atas lahan/tanah yang masyarakat miliki di desa Batang Kulur Kiri, Kecamatan Sungai Raya seluas 35 hektar, yang sekarang ini dilakukan penambangan PT AGM tidak diberikan tali asih atau ganti rugi sehingga sangat merugikan hak - hak pemilik lahan.
Aidi mengungkapkan, lahan mereka sudah 10 tahun dikuasai PT AGM.
"Sebelum dikuasai PT AGM kami menambang sendiri disini," bebernya.
Dia menyebut, lahan milik warga di tambang PT AGM tanpa ada ganti rugi sepeserpun. Warga sudah berupaya melakukan berbagai upaya agar hak mereka bisa dihargai. Namun upaya itu gagal.
"Makanya kami berkirim surat ke Presiden dan Menteri terkait untuk menyampaikan permasalahan ini," katanya.
Pada Kamis (14/7) lalu, puluhan warga mendatangi areal tambang PT AGM di wilayah Kecamatan Sungai Raya. Mereka menuntut PT AGM untuk segera membayar ganti rugi lahan mereka yang batubaranya telah dikeruk PT AGM.
Sementara itu, tim kuasa hukum PT AGM, Suhardi saat dikonfirmasi mengatakan, berdasarkan data yang dimiliki PT AGM, wilayah yang disebut warga adalah lahan milik mereka masuk kawasan hutan produksi.
"Artinya PT AGM melakukan aktivitas sudah memperoleh izin pinjam pakai kawasan hutan dari Kementerian LHK secara resmi dan legal. Kita akan memperlihatkan bukti bukti itu pada penyidik," jelasnya.
Suhardi menyebut, karena masuk kawasan hutan, kedudukan untuk kepemilikan hak sebenarnya tidak ada.
"Tidak ada ganti rugi sebenarnya. Yang ada kita berikan tali asih. Tanam tumbuh kita berikan tali asih. Besarannya belum bisa disampaikan," ujarnya.