Jakarta, Gatra.com - Kasus pencemaran nama baik yang dilakukan selebritis Nikita Mirzani masih belum menemukan titik terang. Berlarut-larutnya penanganan kasus tersebut lantaran tidak kooperatifnya Nikita Mirzani dengan pihak kepolisian.
Nikita Mirzani disebut sudah dua kali mangkir dari panggilan polisi. Hal itu terjadi sejak ditetapkan sebagai tersangka pencemaran nama baik terhadap kekasih Nindy Ayunda, yaitu Dito Mahendra (DM) pada 10 Juni 2022 silam.
Sikap tersebut amat disayangkan oleh Ahli ilmu hukum pidana umum dan khusus tipikor dari Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang, Youngky Fernando.
Youngky menyebut, mestinya sikap tidak kooperatif yang ditunjukkan tersangka sudah bisa menjadi dasar penahanan terhadap Nikita Mirzani. Berdasarkan Pasal 21 ayat 1 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), penahanan dapat dilakukan terhadap tersangka apabila ada situasi yang memungkinkan tersangka tersebut melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti atau mengulangi tindak pidana.
“Jadi polisi punya alasan subyektif untuk melakukan penahanan terhadap tersangka yang bertindak tidak normatif. Maksudnya, tersangka ini tidak kooperatif terhadap panggilan polisi,” ungkap Youngky dalam keterangannya kepada Gatra.com, Jumat (15/7/2022).
Selain itu, kata Youngky, tanpa alasan subyektif sekali pun, polisi mestinya juga sudah bisa melakukan penahanan terhadap Nikita Mirzani. Pasalnya, ancaman hukuman penjara yang disangkakan terhadap Nikita Mirzani sudah melampaui batas obyektif yang ditetapkan dalam UU KUHAP.
Sesuai Pasal 21 ayat 4 KUHAP, polisi dapat melakukan penahanan terhadap tersangka apabila ancaman hukumannya sudah lebih dari lima tahun penjara. “Sikap ini kan bisa diambil kalau polisi mau obyektif. Biar kenapa? Supaya proses penanganan perkaranya tidak berlarut-larut, gitu loh,” tutur Youngky.
Seperti diketahui, dalam surat penetapan tersangka Nikita Mirzani yang tersebar kepada media, Nikita Mirzani dijerat dengan Pasal 27 ayat (3) juncto Pasal 45 ayat (1) atau Pasal 36 juncto Pasal 51 ayat (2) UU RI Nomor 19 Tahun 2008 Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik alias UU ITE dan atau fitnah (penistaan) dengan tulisan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 311 KUHP.
Dalam pasal 27 ayat (3) juncto Pasal 45 ayat (1) dijelaskan, ancaman hukumannya maksimal enam tahun penjara dan atau denda Rp 1 miliar Sementara Pasal 36 juncto Pasal 51 ayat (2) menyatakan ancaman hukumannya 12 tahun penjara dan atau denda maksimal Rp 12 miliar. Artinya, syarat obyektif dalam Pasal 21 ayat 4 KUHAP mestinya sudah bisa diberlakukan terhadap Nikita Mirzani.
Di sisi lain, menghindarnya Nikita Mirzani berujung penggeledahan. Karena memang Nikita Mirzani dua kali diundang oleh Polresta Serang namun tidak kunjung hadir.
“Panggilan tersebut pada Senin tanggal 20 Juni (2022) untuk dimintai keterangan pada Jumat 24 Juni. Namun ada permohonan penjadwalan pemeriksaan NM pada Rabu, 6 Juli yang ketika ditunggu namun NM juga tidak hadir di depan penyidik,” tutur Kabid Humas Polda Banten Kombes Shinto Silitonga pada Kamis, (14/7/2022).
Sikap Nikita Mirzani yang enggan mengindahkan panggilan polisi membuat Polda Banten pun mengambil langkah taktis dengan menyambangi rumahnya di kawasan Pesanggrahan, Jakarta Selatan pada Kamis, 14 Juli 2022 siang tadi. Tim penyidik dari Polda Banten melakukan penggeledahan di rumah janda beranak tiga itu hingga sore sekitar pukul 15.30 WIB. Saat dilakukan penggeledahan ini, Nikita Mirzani tidak ada di tempat.
Dalam penggeledahan ini, polisi berhasil mengamankan sejumlah barang bukti berkaitan dengan kasus yang menjerat Nikita Mirzani. “Barang-barang atau surat tersebut adalah sebagai berikut, satu unit iPad merek Apple tipe warna silver dan satu akun Instagram atas nama nikitamirzanimawardi_172,” sebagaimana tertuang dalam surat tanda terima penggeledahan yang diterima awak media.